Beijing, 1 September 2009
Pagi ini aku terbangun. Bukan di tempat tidurku. Di sebuah kamar yang mirip dengan kamar hotel. Ini bukan kamar kost waktu aku kuliah di Depok dulu. Kamar ini adalah kamar asramaku di Beijing.
Sebuah kamar berukuran kurang lebih tiga kali tiga meter. Terdapat sebuah kamar mandi yang berisi bath tub, closet dan wastafel. Sepertinya kamar ini untuk dihuni oleh dua orang karena memiliki dua tempat tidur single bed, dua meja dan kursi belajar, dua lampu baca yang terletak di kepala tempat tidur. Ada sebuah televisi, sebuah meja besar, meja kecil dan lemari pakaian yang dipakai bersama dengan teman sekamar.
Sebuah kamar berukuran kurang lebih tiga kali tiga meter. Terdapat sebuah kamar mandi yang berisi bath tub, closet dan wastafel. Sepertinya kamar ini untuk dihuni oleh dua orang karena memiliki dua tempat tidur single bed, dua meja dan kursi belajar, dua lampu baca yang terletak di kepala tempat tidur. Ada sebuah televisi, sebuah meja besar, meja kecil dan lemari pakaian yang dipakai bersama dengan teman sekamar.
Ketika keluar kamar ada seorang ibu-ibu yang sedang membersihkan lorong asrama yang memang mirip dengan lorong hotel. "喂。。。阿姨,你好!" (wei...ayi, nihao!) sebuah ungkapan yang artinya "hi...bibi!". Dan bibi itu biasanya akan membalas kembali dengan ungkapan yang sama "喂。。。你好!" (Wei...nihao!) sambil tersenyum. Asrama ini bukanlah asrama murid lokal, semua yang tinggal disini adalah murid asing. Ada yang berasal dari Indonesia, Rusia, Vietnam, Thailand, Myanmar, Kazahkstan, Arab, Jerman, Jepang, Turkmenistan dan Brazil. Para bibi dan paman yang bekerja disini sudah terbiasa dengan bahasa kami yang terbata-bata dan bercampur denga logat negara kami.
Keluar dari kamar, aku menghampiri meja resepsionis. Penjaga meja resepsionis ada dua orang, yang pertama adalah seorang anak muda sekitar umur 20-an yang lumayan ganteng dan yang lain adalah seoramg paman yang sudah lanjut usia yang bekerja hanya untuk mengisi waktu luang. Pagi ini penjaga meja resepsionis adalah sang paman. Sambil berbicara terbata dan seadanya aku menyapa beliau dan dia mengatakan "燕花。。。早安" (yanhua..zao an!) yang artinya "yanhua...selamat pagi". Disana, namaku, Theresia, bukan nama yang akan populer disebut. Para murid memiliki nama Mandarin, tanpa terkecuali. Murid-murid yang tidak memiliki marga dan nama Mandarin pun akan dibuatkan nama Mandarin. Biasanya para guru akan membantu membuatkan dengan memilihkan kata-kata yang memiliki arti yang bagus.
Selesai berbincang dengan paman di meja resepsionis, aku pergi ke lobi asrama. Suasana di asrama dan lobi masih sepi karena sekolah baru akan dimulak minggu depan. Minggu ini asrama hanya terdiri dari beberapa murid saja. Tapi nantinya ketika kegiatan belajar mengajar sudah dimulai, akan banyak murid yang duduk-duduk di lobi. Biasanya mereka belajar atau sekedar ngobrol-ngobrol dengan teman seasrama lainnya.
Hari ini, aku dan teman-temanku dari Indonesia (yang baru aku kenal saat di bandara) harus mengurus izin tinggal kami selama di Beijing. Karena sebagian dari kami datang dengan memggunakan visa turis, kami harus mengurus visa pelajar kami. Kami harus mengurus izin tinggal, medical check-up dan placement test kami di sekolah. Kami juga harus membeli sim card agar bisa memghubungi keluarha di rumah. Belanja air minum. Belanja keperluan makan dan mandi di wal-mart.
Ketika baru tiba disana, kemampuan bahasa kami mungkin nyaris bisa dibilang nol. Sebenarnya sebagian dari kami sudab ada yang bisa bahasa Mandarin, tapi ketika berhadapan dengan penduduk Beijing, kami kesulitan karena mereka memiliki aksen. Mereka memiliki aksen penggunaan kata "r" yang membuat kami sangat sulit mendengar dan memahami kata-kata mereka. Salah satu hal yang sulit adalah ketika kami harus membuat rekening tabungan di Bank of China. Untung saja, kami ditemani oleh salah satu guru kami di sekolah.
Aku senang dengan letak asrama kami. Tidak jaub dari subway, Wal-Mart, halte bis, pasar dan Bank of China. Jadi mau kemana pun kami pergi, kami bisa jalan kaki. Kami mengatur hidup kami sendiri. Itu adalah bagian favorit ketika menjadi warga asing. Kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri.
Perjalananku di Beijing sangat berkesan dan aku mencintai setiap harinya. Awalnya sangat menakutkan, tapi akhirnya menyenangkan. Masuk ke sebuah dunia baru yang asing dan menyatu dengan penduduknya.
Banyak cerita yang ingin kuceritakan. Banyak kusah yang ingin kubagi. I just loved the city..every corner and every part of the city.
Dari aku yang lagi kangen banget sama Beijing,
T
Jakarta, 27 Juli 2014
No comments:
Post a Comment