Thursday, July 17, 2014

Keindahan di Dalam Perbedaan

"...ya Tuhan, begitu banyak perempuan berjilbab putih di dalam ruangan besar ini, apakah aku berada di tempat yang tepat?" (Balai Rung UI, Agustus 2005)


Di suatu hari Sabtu di bulan Agustus 2005.
Pagi ini, aku menerima pengumuman bahwa aku berhasil lolos SMPB dan itu artinya aku masuk Fakultas Ekonomi di sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang menurut orang-orang sangat ternama dan bergengsi. Apakah aku senang?aku tidak tahu, ada sedikit kebanggaan muncul karena aku berhasil lolos SPMB, tapi kemudian timbul pertanyaan dalam diriku "Apakah aku harus mengambil kesempatan ini?". Alasanku yang pertama, sebenarnya ini bukan jurusan yang aku inginkan, yang kedua, aku sudah diterima dan masuk di sebuah universitas swasta di Jakarta (walau baru 3 hari masa orientasi saja) dan aku menyukainya, apakah aku harus keluar?

Setelah aku berkonsultasi dengan guru SMA dan beberapa teman-temanku, akhirnya aku memutuskan, "Baiklah, aku akan mengambil kesempatan ini". Hari-hariku dimulai dengan pendaftaran ulang ke kampus negeri tersebut, kemudian aku harus ngekos sepertinya karena kampus ini cukup jauh dari rumah (ini salah satu alasan mengapa aku mau kuliah di tempat ini, merasakan yang namanya ngekos). Setelah melakukan berbagai kegiatan administrasi, akhirnya tibalah masa orientasi tingkat universitas. Saat orientasi tingkat universitas ini adalah sebuah momen yang tidak akan bisa aku lupakan. Ketika itu, kami, semua mahasiswa satu angkatan, dikumpulkan dalam sebuah balai besar berbentuk lingkaran (seperti stadium), ketika itu kami diwajibkan memakai pakaian putih, bawahan hitam dan jaket kuning almamater kami). Ketika aku masuk ke dalam ruangan tersebut, satu pikiran yang langsung terbersit dalam pikiranku"Ya Tuhan, begitu banyak perempuan berjilbab putih di dalam ruangan besar ini, apakah aku berada di tempat yang tepat?". Ratusan perempuan berjilbab seumuranku penuh memasuki ruangan dan mereka duduk di setiap sudut sejauh mataku ini memandang. Ada sedikit rasa bingung, tapi semua keputusan ini sudah aku jalani, aku harus bisa mempertanggungjawabkannya.

Sejak aku kecil sampai aku SMA, aku selalu berada di sebuah lingkungan Pecinan (oiya...aku adalah warga Indonesia dengan etnis Tionghoa) dan aku tidak pernah tahu bahwa etnisku ini sering disebut sebagai kaum minoritas sampai pada hari aku masuk Perguruan Tinggi Negeri tersebut. Ketika aku masih SMP, aku pernah di-bully oleh anak-anak kampung di lingkungan sekitarku tapi aku tidak pernah berpikir hal itu dikarenakan aku adalah perempuan kecil beretnis Tionghoa, aku berpikir karena aku target yang mudah.

Hal tidak biasa lainnya yang aku temui di Perguruan Tinggi Negeri yang disebut kampus kuning ini adalah ketika aku harus memanggil seniorku dengan sebutan "Kakak". Aku terbiasa memanggil senior-seniorku di sekolah dengan panggilan "Koko" (untuk laki-laki) dan "Cici" (untuk perempuan) dan setelah itu aku harus terbiasa memanggil orang-orang yang dituakan dengan sebutan-sebutan "Kakek", "Nenek", "Tante", "Mas", "Mbak", "Abang" dan sebutan-sebutan lainnya. Lidah ini terasa kelu ketika pertama kali mengucapkan kata-kata tersebut, terasa ada yang salah. Aku ingat pertama kali aku dipanggil "Mbak Theresia" oleh seseorang, rasanya benar-benar tak terkatakan, aku merasa sangat tersinggung, karena dalam pikiranku dulu panggilan "Mbak" itu adalah panggilan untuk asisten rumah tangga di rumah. Di hari-hari awal aku masuk kampus kuning itu, aku tidak bisa membedakan teman-temanku yang menggunakan jilbab, bagiku muka mereka semua sama (hahahaha....pengakuan jujur lho ini).

Kemudian minggu demi minggu berlalu, bulan demi bulan dan tahun demi tahun berlalu. Aku mulai sibuk dengan dunia perkuliahan, kelas dari pagi sampai sore, asistensi, tugas ini dan itu, makalah-makalah, ujian tengah semester, ujian akhir, kegiatan organisasi, rapat ini dan itu. Tanpa aku sadari, aku bisa bersosialisasi dengan lingkungan baruku. Aku memiliki sahabat-sahabat dan orang-orang yang dekat denganku. Aku belajar memahami tentang cara berpikir dan pandangan mereka. Melalui diriku dan teman-teman etnis Tionghoa yang lain, mereka belajar tentang etnis Tionghoa dan cara berpikir kami. Semakin banyak yang aku pelajari, semakin menarik perbedaan tersebut untuk diriku secara pribadi. Mengetahui manusia dengan berbagai latar belakang dan cara berpikir, mencoba masuk ke dalam pikiran mereka. Aku bersyukur bahwa selama kurang lebih empat tahun aku berkuliah disana, aku tidak pernah merasakan apa yang disebut orang sebagai diskriminasi atau aku memang tidak mau memikirkannya. Aku bersosialisasi dan bersahabat dengan mereka yang mau menerima perbedaan dan bagiku hal tersebut sangat indah. Penghargaan yang kami berikan satu sama lain membuat persahabatan kami semakin erat. Bukannya perbedaan tersebut tidak ada, tapi kami belajar memahami dan menerima, itu yang membuatnya berbeda. Aku ingat saat pertama kali jalan bersama dengan teman-temanku yang non-Kristiani, aku harus menunggu mereka untuk menjalankan ibadahnya selama lima waktu, awalnya aku kaget dan bingung, namun sekarang semuanya terasa begitu normal dan memang sudah seharusnya dilakukan. Sampai dengan hari ini, hubungan persahabatan kami sudah berjalan hampir kurang lebih 9 tahun dan semuanya terasa manis dan indah.

Melalui tulisan ini, aku ingin berbagi bahwa perbedaan itu tidak seharusnya membuat kita sebagai bangsa Indonesia terpecah belah. Menurutku ini merupakan nilai lebih yang belum tentu bisa aku dapatkan di tempat lain. Kebudayaan berbeda di berbagai daerah, cita rasa makanan yang berbeda, hal ini membuat Indonesia begitu kaya. Kita sebagai kaum muda yang terpelajar sebaiknya menggunakan hal ini sebagai nilai lebih dan sarana untuk memperkaya diri. Cukup generasi terdahulu saja yang masih melakukan diskriminasi karena sejarah bangsa ini di masa lalu, perjuangan kita sebagai anak muda di generasi ini sudah bukan tentang melepaskan diri dari Belanda, tapi tentang bagaimana mempersatukan bangsa yang begitu beragam yang bernaung di bawah nama "Indonesia". Bagaimana kita menjadi kuat sebagai sebuah bangsa dan mengharumkan nama Indonesia dengan berbagai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa ini.

Dari aku yang telah dan masih belajar arti "menghargai",
T
16 Januari 2014

No comments:

Post a Comment