Kota ini terlalu ramai. Semua orang sibuk dengan dirinya masing-masing. Bekerja. Mencari uang dengan berbagai cara. Berlomba-lomba menjadi yang terkaya. Bersaing. Berlomba menjadi yang terhebat. Ya aku masih menjadi bagian dari kehidupan itu.
Mei, 15-18 Mei 2014
Perjalananku dan para sahabat ke Kepulauan Derawan seakan menjadi sebuah embun segar bagi jiwa ini. Suasana yang tenang dan damai. Tidak ada suara motor yang menderu dan bisingnya klakson mobil yang tidak sabar menghadapi kemacetan. Tidak ada kepanikan memenuhi deadline dan jadwal yang padat. Tidak ada bunyi telepon dan panggilan di media sosial karena memang tidak ada sinyal. Tidak perlu membalas BBM, Whatsapp, Line dan berbagai chat media lainnya.
Di pagi hari hanya terdengar kokokan ayam. Terkadang ada suara anjing yang menggonggongi penyu yang akan bertelur. Sisanya, hanya terdengar suara deru ombak yang bersahut-sahutan saat mencapai tepi pantai.
Di sana tidak ada pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dan menakjubkan. Tidak ada berbagai kerlip lampu jalanan yang berwarna-warni di sepanjang jalan-jalan besar. Tidak ada mobil-mobil mewah yang lalu lalang dan berkejaran dengan waktu untuk mencapai tujuan.
Di kepulauan yang terletak di Kalimantan Timur ini, kami melihat sebuah keindahan yang lebih damai. Di sore hari kami melihat para anak penduduk yang bermain di pantai. Mereka berlarian dan berenang. Muka mereka tampak begitu gembira dan bahagia.
Di sore itu kami juga disuguhkan pemandangan matahari yang terbenam di ufuk barat. Perpaduan antara warna biru langit dan jingga yang begitu indah. Perpaduan warna yang perlahan bergradasi menjadi warna biru tua dan jingga tua. Pemandangan itu terasa begitu indah dan menakjubkan.
Ketika sang surya terlelap, sang rembulan yang rupawan perlahan muncul dengan kecantikannya. Bulan bulat purnama yang menerangi jalan-jalan di perkampungan uang minor listrik. Listrik memang ada, namun mereka mengandalkan genset untuk mendapatkan listrik. Tidak semua rumah menggunakan listrik. Suasana malam di desa begitu tenang. Cahaya bulan yang temaram menerangi langkah anak-anak kecil yang bermain di tanah lapang. Mereka berlarian, bermain bola dan mencari binatang-binatang laut seperti kepiting yang biasanya muncul di malam hari.
Saat pagi tiba, di pinggir dermaga kami menunggu sang surya menggeliat, terbangun dari tidur nyenyaknya. Malu-malu dia muncul dari himpunan awan yang berarak. Perlahan menunjukkan kemegahan cahayanya. Warna merah jingga yang bersinar terang. Pertanda hari baru dimulai. Para nelayan kembali dari berlaut. Para anak kecil berkeliling kampung berjualan kue basah. Sebagian ada yang bermain sepeda. Terlihat para penghuni rumah yang memulai aktivitasnya.
Perjalanan melihat keindahan laut dimulai. Berbagai makhluk laut meliuk-liuk di dalam air dengan indahnya. Kawanan ikan warna-warni. Terumbu karang yang bergerak pelan mengikuti arus air. Bintang laut yang berjalan mengendap-endap di antara rumput laut dan terumbu. Bertemu dengan para ubur-ubur lucu yang begitu ramah. Warna-warni yang begitu indah dan memgagumkan. Semua terasa begitu bersahabat. Sebuah ketenangan dan kedamaian yang tak terkatakan. Sebuab misteri yang tak kami pahami. Keindahan yang menyatu dengan keheningan.
Alam teramat begitu indah. Sebuah harga mahal yang harus dibayar oleh warga ibukota yang hidul dalam hiruk pikuk dan hingar bingar kota. Kehidupan yang begitu keras dan menekan. Sampai terkadang membuat lupa bahwa kebahagiaan dan kedamaian telah disediakan oleh alam. Kami harus membayar mahal untuk mendapatkan ketenangan. Sebuah ketenangan yang disediakan oleh alam. Sebuah kedamaian yang sesungguhnya dapat kami nikmati kapan saja. Sebuah keindahan yang jauh. Keindahan yang begitu samar. Sehingga menyangka keindahan itu hanya tercipta dari editan sebuah foto dengan berbagai teknologi, bukan hal yang nyata.
Aku ingin kembali merasakan semua itu. Ketenangan dan keindahan yang tidak dimiliki ibukota. Kebahagiaan tanpa buatan dan tanpa rekayasa. Sebuah keindahan abadi yang sederhana dan apa adanya. Kecantikan tanpa polesan dan sederhana. Keindahan yang diberikan oleh Sang Pencipta secara sempurna dan tanpa cacat. Sebuah mahakarya agung dan tak ada pembandingnya.
Sebuah cerita di Pulau Maratua,
T
26 Juli 2014
No comments:
Post a Comment