Jum’at, 15
Juli 2005
Rega
sayang...
besok tepat
satu tahun sejak kamu pergi ninggalin aku?
Apa kabar
kamu di sana?
Aku kangen
banget sama kamu.
Apakah kamu
pernah kangen sama aku?
Atau kamu
sudah melupakan aku?
Semoga besok aku
bisa bertemu kamu.
Selamat malam
Sayang.
Gadis kecil itu masih terjaga di kamarnya. Ditemani
oleh temaram lampu meja, entah sudah berapa kali dia menulis dan merobek kertas
yang ditulisnya. Dan ini adalah surat terakhir dengan kata-kata terbaik yang
dia miliki. Terdapat beberapa titik air mata yang membasahi kertas itu, namun
dia tidak memedulikannya. Gadis kecil ini melipat suratnya dan memasukkannya ke
dalam amplop.
“Untuk Rega”tulisnya
di bagian depan amplop.
Lalu, tangannya mengambil telepon genggam miliknya
dan menelpon seseorang.
“Kinar...besok pagi temani aku ketemu Rega ya?
Besok tepat setahun sejak dia pergi.”
“Elo yakin Naya? Elo siap?”
“Iya...udah setahun gw ngga ketemu sama dia.”
“Okay...besok pagi gw jemput elo ya, pake sopir gw
aja, kebetulan besok bokap ngga pake sopir.”
“Thanks Nar...gw tidur dulu ya.”
“Iya Nay...sampai jumpa besok, gw harap elo tahu
apa yang elo lakukan.”
Keesokan
paginya.
“Selamat pagi Rega...” sapanya lirih. Naya tidak
dapat megucapkan kata-kata lain. Matanya berkaca-kaca dan tanpa disadari air
mata mulai menetes. Dia sangat merindukan Rega, namun dia tidak bisa melakukan
apa-apa untuk mengobati kerinduannya.
Tanpa terasa sudah hampir setengah jam Naya berdiri
di sana.
“Nay...kita pulang yuk...”
“Tapi Nar...gw kangen banget sama dia.”
“Iya Nay...tapi Rega akan sedih kalo melihat elo
seperti ini, Rega mencintai Naya yang ceria dan bawel. Dan gw juga merindukan
Naya yang gw kenal. Kita pulang yuk...”
“Iya Nar...gw tahu, tapi saat ini gw kangen banget
sama dia. Sudah setahun sejak dia pergi karena kecelakaan itu.”
Naya meletakkan surat yang ditulisnya kemarin malam di atas batu nisan di hadapannya.
“Selamat tinggal Rega...aku akan datang lagi nanti.
Aku janji.”
REGA ARIFIN WINATA
30 September 1986 – 16 Juli 2004
Dalam perjalanan pulang, pikiran Naya melayang ke
kejadian satu tahun lalu.
“Naynay sayang...besok aku pergi ke bandara, jemput
Tian. Kamu inget Tian kan? Sahabat yang tinggal di Amerika. Sekarang dia mau
balik ke Indonesia, mau kuliah di Jakarta katanya.”
“Besok jam berapa Ga?”
“Besok dia sampai di Soekarno Hatta jam 10 malam,
jadi mungkin aku jalan jam 7 malam. Pasti jalanan macet banget, jadi aku
berangkat lebih cepet aja biar ngga telat. Kasihan Tian kalo aku telat jemput
dia.”
“Mau aku temenin ngga besok?”
“Ngga usah...ngga apa-apa koq, kasihan nanti kamu
kecapean lagi. Lagian aku ngga mau kamu gangguin obrolan aku sama Tian.
Daripada nanti kamu jadi nyamuk. Hahaha...”
“Errrrr...ogitu? Baiklah.”
“Hahahaha...becanda deh Naynay sayang...kamu tetep
kesayangan aku koq.”
“Kalo gini aja gombal. Huh...ya udah besok
hati-hati ya...kabari aku kalo besok udah mau berangkat.”
16 Juli 2004
“Hallo Sayang...aku jalan dulu ya...”
“Kamu yakin ngga mau ditemenin? Di luar hujan deras
begini. Kamu ngga apa-apa nyetir sendiri?”
“Iya...tenang aja....aku akan baik2 aja
koq...janji, besok kita pacaran ya...aku ajak Tian biar kamu kenalan sama dia.”
“Iya...aku ajak Kinar ya biar aku punya temen
ngobrol kalo dicuekin sama kamu.”
“Hahaha..iya boleh, ajak aja Kinar, kita ke kafe
yang biasa ya, besok siang aku jemput kamu. Dandan yang cantik ya supaya Tian
tahu kalo pacar aku cantik banget.”
“Jadi kalo aku ngga dandan aku jelek?”
“Hahahha...ngga, maksudnya biar kelihatan tambah
tambah cantik.”
“Bisa aja ngelesnya, yaudah...see u tomorrow Rega
sayang.”
“Iya...see you Naynay sayang.”
Malam itu Naya merasa gelisah. Sudah jam 11 malam
dan hujan masih turun dengan lebat di luar, tapi kenapa belum ada kabar dari
Rega. Harusnya Rega udah ketemua Tian dan sudah dalam perjalanan pulang.
“Nomor
telepon yang anda hubungi sedang berada di luar jangkauan, hubungilah beberapa
saat lagi.”
Koq handphone Rega off?
Setengah jam kemudian handphone Naya berbunyi.
“Rega’s Mom”
“Hallo Tante...selamat malam.”
“Hallo Naya...selamat malam”
Mengapa suara Mama Rega seperti menangis.
“Iya Tante...ada apa? Tante ada di mana?
“Naya...Rega tadi kecelakaan saat mengantar Tian ke
rumahnya dan sekarang lagi ada di rumah sakit.”
“Tante...Rega di rumah sakit mana? Terus keadaannya
gimana? Dia baik-baik aja kan?”
“Rega belum sadarkan diri, sekarang masih di ICU,
di rumah sakit dekat bandara”
“Iya Tante...Naya sekarang pergi ke sana.”
“Iya Naya...hati-hati di jalan.”
“Ma.......Mama...Naya mau ke rumah sakit. Rega
kecelakaan. Naya harus lihat Rega Ma...”
“Iya Nay...tapi kamu berangkat sama siapa? Pergi
diantar Kakak kamu ya, jangan sendirian, udah malam. Mama panggil kakak kamu
dulu untuk siap-siap.”
Di rumah
sakit
Di rumah sakit, Mama, Papa dan adik Rega sudah
berkumpul. Mama Rega terlihat menangis histeris.
Tuhan...jangan
biarkan pikiran jelekku menjadi kenyataan, gumam Naya dalam hatinya.
“Tante...Om...bagaimana keadaan Rega?”
“Naya...maaf, Rega sudah pergi. Rega mengeluarkan
terlalu banyak darah dalam perjalanan ke rumah sakit dan kepalanya terbentur
terlalu keras dan akhirnya...”
“Ngga Tante...Rega ngga boleh pergi...ngga
boleh...”
Naya merasa dunianya runtuh. Ini ngga boleh menjadi
kenyataan. Ini pasti mimpi. Kalau memang ini mimpi, aku mohon bangunkan aku.
Rega ngga boleh pergi, ngga bisa Ga...kamu janji besok akan ketemu sama aku.
“Naya...gimana keadaan Rega?” tanya Adrian, kakak
Naya.
“Kak...Rega udah pergi, dia ngga akan kembali lagi
Kak.” Naya menangis di pelukan Adrian.
Beberapa hari
kemudian di pemakaman.
Naya tak kuasa menahan tangis saat harus melihat
peti jenazah harus ditutup. Di dalamnya tergeletak tubuh Rega, pria yang
dicintainya. Pria yang selama ini mengisi hari-harinya dengan tawa dan rasa
sayang, kita tergeletak tak bernyawa. Tak ada lagi tingkas iseng dan juga
manisnya. Tak ada lagi orang yang suka membuat Naya ngambeg tapi juga sangat
Naya kangenin. Tak ada lagi orang yang akan setia ngedengerin segala cerita
Naya yang super bawel dan sabar menghadapi kemanjaan Naya.
Perjalanan ke pemakaman terasa begitu kelabu. Mobil
jenazah dan mobil kerabat serta sahabat yang mengantar kepergian Rega berjalan
beriring-iringan. Naya masih belum percaya semua ini terjadi pada dirinya.
Sepanjang pemakaman, Naya tak berhenti menangis, ditemani oleh Adrian dan
Kinar.
“Selamat
jalan Rega...aku akan selalu merindukan kamu.” ungkap Naya dalam hati.
================
"Nay...elo mau gw anterin ke rumah atau mau pergi ke tempat lain dulu?"
Naya tersadar dari lamunannya, matanya kembali berkaca-kaca dan menangis.
"Balik ke rumah aja ya Nar...gw mau istirahat aja di rumah."
"Elo yakin?"
"Iya Nar...tenang aja, gw baik-baik aja koq Nar...elo ngga usah khawatir ya, gw cuma butuh istirahat," ucap Naya lirih sambil memberika senyum terbaiknya dari kesedihannya dan memeluk Kinar, sahabatnya yang selalu setia menemaninya menjalani hari-hari terberat dalam hidupnya.
"Gw tahu Nay elo perempuan yang kuat. Gw akan berusaha selalu ada buat elo dan ngejagain elo. Gw kangen banget sama Naya yang dulu selalu ceria dan menjadi matahari buat orang-orang di sekitarnya."
"Thanks Nar. Gw masih seperti yang dulu koq, gw hanya butuh waktu untuk sendiri."
Ngga Nay, elo berubah. Jadi muram dan selalu sedih. Sekali pun elo ceria, ada luka yang dalam yang elo simpan. Gw harap elo bisa menemukan diri elo yang dulu lagi Nay. Sekali ini, Kinar berbicara dalam hatinya karena dia tidak mau menekan sahabatnya lebih jauh.
"Makasih ya Kinar...hati-hati di jalan, sms gw kalau elo udah sampe rumah. Jangan buat gw khawatir."
"Iya Nay...see u and take a good rest."
=================================
Surat untuk Rega
No comments:
Post a Comment