Sunday, May 15, 2016

Surat untuk Rega : It's been a year

Jum’at, 15 Juli 2005

Rega sayang...
besok tepat satu tahun sejak kamu pergi ninggalin aku?
Apa kabar kamu di sana?
Aku kangen banget sama kamu.
Apakah kamu pernah kangen sama aku?
Atau kamu sudah melupakan aku?
Semoga besok aku bisa bertemu kamu.
Selamat malam Sayang.

Naya
Gadis kecil itu masih terjaga di kamarnya. Ditemani oleh temaram lampu meja, entah sudah berapa kali dia menulis dan merobek kertas yang ditulisnya. Dan ini adalah surat terakhir dengan kata-kata terbaik yang dia miliki. Terdapat beberapa titik air mata yang membasahi kertas itu, namun dia tidak memedulikannya. Gadis kecil ini melipat suratnya dan memasukkannya ke dalam amplop.

“Untuk Rega”tulisnya di bagian depan amplop.

Lalu, tangannya mengambil telepon genggam miliknya dan menelpon seseorang.

“Kinar...besok pagi temani aku ketemu Rega ya? Besok tepat setahun sejak dia pergi.”
“Elo yakin Naya? Elo siap?”
“Iya...udah setahun gw ngga ketemu sama dia.”
“Okay...besok pagi gw jemput elo ya, pake sopir gw aja, kebetulan besok bokap ngga pake sopir.”
“Thanks Nar...gw tidur dulu ya.”
“Iya Nay...sampai jumpa besok, gw harap elo tahu apa yang elo lakukan.”

Keesokan paginya.


“Selamat pagi Rega...” sapanya lirih. Naya tidak dapat megucapkan kata-kata lain. Matanya berkaca-kaca dan tanpa disadari air mata mulai menetes. Dia sangat merindukan Rega, namun dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengobati kerinduannya.

Tanpa terasa sudah hampir setengah jam Naya berdiri di sana.
“Nay...kita pulang yuk...”
“Tapi Nar...gw kangen banget sama dia.”
“Iya Nay...tapi Rega akan sedih kalo melihat elo seperti ini, Rega mencintai Naya yang ceria dan bawel. Dan gw juga merindukan Naya yang gw kenal. Kita pulang yuk...”
“Iya Nar...gw tahu, tapi saat ini gw kangen banget sama dia. Sudah setahun sejak dia pergi karena kecelakaan itu.”
Naya meletakkan surat yang ditulisnya kemarin malam di atas batu nisan di hadapannya.
“Selamat tinggal Rega...aku akan datang lagi nanti. Aku janji.”

REGA ARIFIN WINATA

30 September 1986 – 16 Juli 2004



Dalam perjalanan pulang, pikiran Naya melayang ke kejadian satu tahun lalu.

“Naynay sayang...besok aku pergi ke bandara, jemput Tian. Kamu inget Tian kan? Sahabat yang tinggal di Amerika. Sekarang dia mau balik ke Indonesia, mau kuliah di Jakarta katanya.”
“Besok jam berapa Ga?”
“Besok dia sampai di Soekarno Hatta jam 10 malam, jadi mungkin aku jalan jam 7 malam. Pasti jalanan macet banget, jadi aku berangkat lebih cepet aja biar ngga telat. Kasihan Tian kalo aku telat jemput dia.”
“Mau aku temenin ngga besok?”
“Ngga usah...ngga apa-apa koq, kasihan nanti kamu kecapean lagi. Lagian aku ngga mau kamu gangguin obrolan aku sama Tian. Daripada nanti kamu jadi nyamuk. Hahaha...”
“Errrrr...ogitu? Baiklah.”
“Hahahaha...becanda deh Naynay sayang...kamu tetep kesayangan aku koq.”
“Kalo gini aja gombal. Huh...ya udah besok hati-hati ya...kabari aku kalo besok udah mau berangkat.”

16 Juli 2004
“Hallo Sayang...aku jalan dulu ya...”
“Kamu yakin ngga mau ditemenin? Di luar hujan deras begini. Kamu ngga apa-apa nyetir sendiri?”
“Iya...tenang aja....aku akan baik2 aja koq...janji, besok kita pacaran ya...aku ajak Tian biar kamu kenalan sama dia.”
“Iya...aku ajak Kinar ya biar aku punya temen ngobrol kalo dicuekin sama kamu.”
“Hahaha..iya boleh, ajak aja Kinar, kita ke kafe yang biasa ya, besok siang aku jemput kamu. Dandan yang cantik ya supaya Tian tahu kalo pacar aku cantik banget.”
“Jadi kalo aku ngga dandan aku jelek?”
“Hahahha...ngga, maksudnya biar kelihatan tambah tambah cantik.”
“Bisa aja ngelesnya, yaudah...see u tomorrow Rega sayang.”
“Iya...see you Naynay sayang.”

Malam itu Naya merasa gelisah. Sudah jam 11 malam dan hujan masih turun dengan lebat di luar, tapi kenapa belum ada kabar dari Rega. Harusnya Rega udah ketemua Tian dan sudah dalam perjalanan pulang.
“Nomor telepon yang anda hubungi sedang berada di luar jangkauan, hubungilah beberapa saat lagi.”
Koq handphone Rega off?
Setengah jam kemudian handphone Naya berbunyi.

“Rega’s Mom”

“Hallo Tante...selamat malam.”
“Hallo Naya...selamat malam”
Mengapa suara Mama Rega seperti menangis.
“Iya Tante...ada apa? Tante ada di mana?
“Naya...Rega tadi kecelakaan saat mengantar Tian ke rumahnya dan sekarang lagi ada di rumah sakit.”
“Tante...Rega di rumah sakit mana? Terus keadaannya gimana? Dia baik-baik aja kan?”
“Rega belum sadarkan diri, sekarang masih di ICU, di rumah sakit dekat bandara”
“Iya Tante...Naya sekarang pergi ke sana.”
“Iya Naya...hati-hati di jalan.”

“Ma.......Mama...Naya mau ke rumah sakit. Rega kecelakaan. Naya harus lihat Rega Ma...”
“Iya Nay...tapi kamu berangkat sama siapa? Pergi diantar Kakak kamu ya, jangan sendirian, udah malam. Mama panggil kakak kamu dulu untuk siap-siap.”

Di rumah sakit



Di rumah sakit, Mama, Papa dan adik Rega sudah berkumpul. Mama Rega terlihat menangis histeris.
Tuhan...jangan biarkan pikiran jelekku menjadi kenyataan, gumam Naya dalam hatinya.
“Tante...Om...bagaimana keadaan Rega?”
“Naya...maaf, Rega sudah pergi. Rega mengeluarkan terlalu banyak darah dalam perjalanan ke rumah sakit dan kepalanya terbentur terlalu keras dan akhirnya...”
“Ngga Tante...Rega ngga boleh pergi...ngga boleh...”
Naya merasa dunianya runtuh. Ini ngga boleh menjadi kenyataan. Ini pasti mimpi. Kalau memang ini mimpi, aku mohon bangunkan aku. Rega ngga boleh pergi, ngga bisa Ga...kamu janji besok akan ketemu sama aku.
“Naya...gimana keadaan Rega?” tanya Adrian, kakak Naya.
“Kak...Rega udah pergi, dia ngga akan kembali lagi Kak.” Naya menangis di pelukan Adrian.

Beberapa hari kemudian di pemakaman.


Naya tak kuasa menahan tangis saat harus melihat peti jenazah harus ditutup. Di dalamnya tergeletak tubuh Rega, pria yang dicintainya. Pria yang selama ini mengisi hari-harinya dengan tawa dan rasa sayang, kita tergeletak tak bernyawa. Tak ada lagi tingkas iseng dan juga manisnya. Tak ada lagi orang yang suka membuat Naya ngambeg tapi juga sangat Naya kangenin. Tak ada lagi orang yang akan setia ngedengerin segala cerita Naya yang super bawel dan sabar menghadapi kemanjaan Naya.

Perjalanan ke pemakaman terasa begitu kelabu. Mobil jenazah dan mobil kerabat serta sahabat yang mengantar kepergian Rega berjalan beriring-iringan. Naya masih belum percaya semua ini terjadi pada dirinya. Sepanjang pemakaman, Naya tak berhenti menangis, ditemani oleh Adrian dan Kinar.

“Selamat jalan Rega...aku akan selalu merindukan kamu.” ungkap Naya dalam hati.

================

"Nay...elo mau gw anterin ke rumah atau mau pergi ke tempat lain dulu?"
Naya tersadar dari lamunannya, matanya kembali berkaca-kaca dan menangis.
"Balik ke rumah aja ya Nar...gw mau istirahat aja di rumah."
"Elo yakin?"
"Iya Nar...tenang aja, gw baik-baik aja koq Nar...elo ngga usah khawatir ya, gw cuma butuh istirahat," ucap Naya lirih sambil memberika senyum terbaiknya dari kesedihannya dan memeluk Kinar, sahabatnya yang selalu setia menemaninya menjalani hari-hari terberat dalam hidupnya.
"Gw tahu Nay elo perempuan yang kuat. Gw akan berusaha selalu ada buat elo dan ngejagain elo. Gw kangen banget sama Naya yang dulu selalu ceria dan menjadi matahari buat orang-orang di sekitarnya."
"Thanks Nar. Gw masih seperti yang dulu koq, gw hanya butuh waktu untuk sendiri."
Ngga Nay, elo berubah. Jadi muram dan selalu sedih. Sekali pun elo ceria, ada luka yang dalam yang elo simpan. Gw harap elo bisa menemukan diri elo yang dulu lagi Nay. Sekali ini, Kinar berbicara dalam hatinya karena dia tidak mau menekan sahabatnya lebih jauh.

"Makasih ya Kinar...hati-hati di jalan, sms  gw kalau elo udah sampe rumah. Jangan buat gw khawatir."
"Iya Nay...see u and take a good rest."

=================================
Surat untuk Rega

No comments:

Post a Comment