Gadis kecil itu duduk di kafe kesayangannya sambil
sesekali meminum coklat panas kesukaannya. Di sebelah cangkir coklat panasnya,
tergeletak secangkir minuman lain, black
coffee yang masih penuh dan sudah mulai mendingin. Sesaat dia melupakan
dunia sekitarnya mendengarkan lagu-lagu dari playlist kesukaannya selama hampir
setahun terakhir ini, playlist dirinya dan Rega. Tangannya sibuk menulis dalam
sebuah buku bersampul warna biru.
Sabtu, 23
Juli 2005
Rega
sayang...
Aku sedang
berada di kafe favorit kita, kamu masih ingat kan?’
Duduk di
tempat kesayangan kita dan memesan minuman kesayanga kita.
Hot chocolate
untuk aku dan black coffee kesukaan kamu.
Aku masih
ingat cerita kamu yang selalu membicarakan tentang kopi.
Minum kopi
sebelum berangkat sekolah disuguhi dengan kue buatan mama kamu.
Di saat aku
masih minum susu vanilla, kamu sudah minum kopi hitam.
Sepertinya
kamu tua sebelum waktunya, di rumahku hanya papaku yang minum kopi, Kak Ian
suka kopi namun dia bukan pecinta kopi.
Kamu
mengatakan pagi kamu belum lengkap tanpa segelas kopi hitam panas buat mama
kamu.
Kamu menyukai
aromanya, wanginya, bahkan kamu mengetahui jenis-jenis kopi yang bahkan aku
ngga ngerti.
Hahaha...aku
masih ingat betapa kita sering mengatakan bahwa minuman kesukaan kita adalah
yang lebih baik.
Kamu
mengatakan kopi lebih enak dari coklat panas dan aku sebaliknya.
Dan ketika
aku ngambeg, kamu membuatkan coklat panas dari resep sederhana kesukaanku,
coklat batang dilumerkan dengan susu putih. Memang sih rasanya tidak seenak
kalau aku buat sendiri, tapi melihatmu membuatnya dengan sungguh-sungguh
ditambah dengan sandwich coklat keju, akhirnya aku tersenyum dan kamu
dimaafkan.
Hahaha...aku
kangen masa-masa itu sayang.
Rega...aku
kangen sekali sama kamu.
Aku sudah
menjalani test SPMB dan aku berhasil masuk kampus idaman kita.
Seandainya
kamu ada disini, pasti kita akan merayakannya bersama-sama.
Kita akan
berangkat ke kampus yang sama dan mendiskusikan topik-topik kesukaan kita.
Kita akan
membicarakan tentang dosen-dosen di kampus, senior-senior, semuanya.
Aku kangen
membicarakan hal-hal kecil yang tidak penting namun terasa asik saat
membahasnya dengan kamu. Tidak pernah ada rasa bosan.Namun...aku tahu, semua
itu tidak akan terjadi.
Aku tahu
sayang...aku hanya merindukan kamu.
Dari aku yang
masih sangat merindukan kamu,
Naya
14 Februari 2004
“Nay...kamu ikutin genggaman tangan aku aja ya,
okay?”
“Kita mau kemana sih Ga? Kamu mau culik aku ya pake
tutup mata segala? Katanya mau ajak aku nonton Love Actually di bioskop. Kita
ngga jadi ke bioskop ya? Ah kamuuu...”
“Stttt...udah diem aja, bawelnya pacar aku. Ngga
usah banyak nanya, berisik deh kamu. Udah kamu ikutin aku aja, percaya sama
aku.”
“Iya deh...aku diem...”
“Aku buka mata kamu ya....satu...dua...tiga...”
Naya hanya bisa terdiam, dirinya berada di roof top sebuah rumah Rega yang
berhiaskan nyala-nyala lilin di sekelilingnya. Ada sebuah meja dan dua buah
kursi yang saling berseberangan.
“Selamat Hari Valentine sayang...dan selamat 16
bulanan kesayanganku.”
Naya lama menatap Rega, tidak ada kata yang bisa
terucap selama beberapa waktu.
Naya sangat menyukai nyala-nyala lilin di waktu
malam seperti layaknya dia menyukai taburan cahaya bintang saat langit cerah.
Dan Naya tahu bahwa Rega sangat memahami hal itu.
I’m so lucky
for having in my life Rega, ucap Naya dalam hatinya.
“Rega...terima kasih untuk kejutannya. Aku sayang
sama kamu,” mata Naya sedikit berkaca-kaca.
Rega memberikan bunga edelweis untuk Naya dan
sekotak coklat kesukaan Naya kemudian memeluk Naya selama beberapa saat.
“Aku juga sayang sama kamu Naya. Walau kamu bawel,
walau kamu suka ngambeg, kamu tetep kesayangan aku.”
“Rega jahat...” Naya melepaskan pelukan
Rega,”Ga...aku laper...boleh duduk ngga? Wih...makasih ya bunganya, walau
sebenernya aku bukan pecinta bunga sih, aku suka coklatnya....hua...makasih ya
Rega...pasti bakalan abis nih dalam satu hari. Makasih ya pacar kesayangan...hahahaha...”
“Hahahha...dasar nih kamu, momen romantisnya jadi
hilang.”
“Ngga boleh kelamaan romantis-romantisan Ga, kan
kita masih anak SMA.”
“Udah ayo duduk, aku udah buat sandwich kesukaan
kamu tadi sebelum berangkat ke sini, kayaknya udah agak dingin, ngga apa-apa
ya? Hahaha...”
“Cuma sandwich doang ngga? Aku mana kenyang
nih...huaaa...kamu mau buat pacarnya kelaparan ya? Huhuhuhu...”
“Hahahhaa...iya kita telpon delivery makanan aja ya
ke sini...”
“Nanti kita jalan kaki makan sate ayam deket rumah kamu
aja, aku mau sate...kita beneran ngga jadi nonton nih?”
“Udah dandan cakep begini kamu ngga apa-apa makan
sate kaki lima?”
“Ya ngga apa-apa...emangnya ada larangan kalo udah
dandan cantik ngga boleh makan sate? Aku kayaknya baju ganti koq di mobil kamu.
Nanti aku ganti baju dulu aja.”
“Hahahaha...ya udah...kita makan sandwich-nya dulu
ya, sama hot chocolatenya yang udah dingin...”
Sambil menikmati sandwich coklat keju kesukaan Naya
dan Rega, mereka menikmati malam perayaan itu. Waktu sudah menunjukkan jam 8
malam.
“Nay...sebentar lagi aku akan lulus SMA lho...kita
akan long distance. Kita ngga bisa
makan bareng di kantin lagi atau berangkat dan pulang sekolah bareng.”
“Iya Ga...aku tahu koq...kamu jadi masuk ke kampus
idaman kita?”
“Jadi dong...nanti aku akan tunggu kamu masuk tahun
depan, jadi kita bisa bareng-bareng lagi.”
“Iya...udah ngga sabar nunggunya. Semoga aku juga
bisa lolos SPMB ya...kamu juga, kita usaha sama-sama ya Ga. Nanti aku pasti
kangen banget sama kamu kalo kamu udah ngga di sekolah lagi.”
“Hahahha...aku masih bisa main ke rumah koq
sepulang kuliah nanti atau kalo lagi libur, tenang aja.”
“Iya Naya...kamu jangan khawatir.”
“Kamu jangan nakal ya nanti sama senior-senior
cantik di kampus.”
“Kamu juga ya...jangan nakal sama junior-junior
lucu yang nanti baru masuk di sekolah.”
“Hahahhaa...iya Ga...janji.”
“Nay...boleh tutup mata kamu sekali lagi?”
“Mau dibawa kemana lagi? Masih ada sisa sepotong
nih sandwich aku, masih lapar dari tadi ngomong terus.”
“Ngga bakal dibawa kemana-mana lagi koq...”
“Janji?”
“Janji...tutup mata kamu 10 detik aja.”
“Iya...aku hitung mundur
ya...10...9...8...7...6...5...4...3...2...1”
“Iya Nay...buka mata kamu sekarang.”
Di depan Naya terletak sebuah kalung emas putih
dengan liontin hati yang manis beserta dengan sebuah surat.
“Ini apa Rega?”
“Ini buat kamu Naya...aku tahu, saat ini kita masih
SMA dan perjalanan kita masih panjang. Tapi satu hal yang tahu Nay, aku sayang
sama kamu. Anggaplah kalung ini sebagai pengingat kamu tentang aku.”
“Tapi..kalung ini
pasti mahal banget Rega, aku ngga bisa menerimanya. Cukup bunga edelweis
saja yang menandakan rasa sayang di antara kamu dan aku.”
“Nay...aku melakukan ini secara tulus ikhlas koq.
Dan aku juga menyiapkan ini semua sendiri koq, tidak menyusahkan siapa-siapa.
Aku akan merasa senang kalau kamu mau menerimanya.”
“Tapi Ga...rasa sayang kamu ke aku, ketulusan dan
kejujuran kamu sudah cukup untuk aku.”
“Aku tahu Naya...tapi aku mohon kamu terima ya.
Sini aku bantu kamu memakainya.”
“Terima kasih Rega...” mata Naya berkaca-kaca,”Kamu
berhasil membuat aku kehilangan kata-kata.”
“Udah ah...jangan cengeng...kalungnya bagus untuk
kamu. Kamu cantik sekali,” ucap rega sambil mengecup kening Naya,” Nay...kamu
masih laper kan? Cacing-cacing di perut kamu pasti udah pada demo. Kamu ganti
baju ya, aku ambilinn baju kamu abis itu kita makan sate terus aku anter kamu
pulang.”
“Iyaaa.......mau makan!”
Setelah makan, Rega mengantar Naya pulang ke
rumahnya.
“Malam Nay...besok aku jemput kamu ya sepulang
gereja.”
“Iya Ga...malam Rega sayang. Hati-hati di jalan
pulang ya”
“Malam Naya sayang.”
Di kamarnya, Naya membuka surat yang Rega tulis
untuknya.
14 Februari
2004
Aku ingin
mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata
yang tak dapat diucapkan
kayu kepada
api yang menjadikannya abu
Aku ingin
mencintaimu dengan sederhana
Dengan
isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada
hujan yang menjadikannya tiada
Happy
Valentine’s Day dan selamat 16 bulan buat kita Naya sayang.
Ini adalah
Valentine kedua kita dan aku sungguh bersyukur kepada Tuhan aku bisa
dipertemukan dengan kamu Nay.
Semoga kita
bisa bersama dalam Valentine’s Day Valentine’s Day di tahun-tahun yang akan
datang.
Aku sayang
sama kamu Narayana Calia Adijaya, sekarang dan selamanya.
I thank God
every time I remember about you, my love.
Rega Arifin Winata
Dan aku juga bersyukur kepada Tuhan setiap kali aku mengingat kamu Rega
sayang, bisik Naya dalam hati sambil tersenyum kecil dan mencium surat
pemberian Rega. Di atas tempat tidurnya, Naya membuka jurnal hariannya yang
selalu dia tulis untuk Rega.
“14 Februari 2005
Rega Sayang...makasih buat suratnya, it’s so sweet...aku sayang........banget
sama kamu!!!Kamu mengutip puisi Sapardi Djoko Damono ya, aku juga berharap bisa
merayakan Valentine’s Day tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya bersama dengan
kamu. Everyday I love you.
Terima kasih karena kamu sudah sabar menghadapi aku yang sering
ngambeg.
Dan dalam setiap hari yang aku lewati, aku bersyukur karena aku
menjalaninya bersama dengan kamu.
Setiap detik, setiap menit, setiap jam.
Setiap senyum dan tawa yang aku bagi denganmu.
Setiap kesedihan dan air mata yang kamu hapus dari wajahku.
Terima kasih untuk kamu, malaikat penjagaku.
Happy Valentine’s Day dan selamat 16 bulanan ya Sayang.
Gadis kecil kamu,
Naynay"
Sebuah SMS masuk ke handphone
Naya.
“Nay...aku udah sampe rumah ya...selamat tidur sayang. Sayang kamu,
sampai ketemu besok..”
“Malam Rega sayang...terima kasih untuk hari ini. Aku juga
sayang.....banget sama kamu...sampai ketemu besok ya Ga...mimpiin aku...”
Beep...beep...
Handphone Naya berdering.
“Kak Ian”
“Hallo Kak Ian...ada apa?”
“De...kamu dimana? Udah jam lima sore kamu belum
pulang. Mama tadi nelpon cariin kamu.”
Tanpa terasa Naya sudah duduk berjam-jam di kafe
itu. Coklat panas yang dipesannya pun sudah menjadi dingin.
“Lagi di kafe Kak.”
“Kafe biasa? Kakak jemput ya. Kamu bawa mobil ngga?”
“Aku ngga bawa mobil, mau kemana Kak jemput aku?”
“Temenin Kakak jalan-jalan dong. Kan udah lama kita
ngga jalan bareng Nay.”
“Udah lama? Perasaan baru dua minggu lalu Kakak
ngajak Nay jalan, Kak Ian ngga pacaran?”
“Ngga...hari ini off...mau pacaran sama adiknya aja.”
“Kakak mah gombalin aku ngga bakal mempan kali,
hahaha...yaudah aku tunggu di kafe ya.”
“Iya...Kakak sebentar lagi sampai.”
“Iya Kak...”
Naya menutup buku yang berisi tulisannya untuk
Rega.
Rega...aku
pulang dulu ya.
Lima belas menit kemudian Kak Ian sampai di kafe
dan menjemput Naya.
Mobil Kak ian memasuki salah satu plaza di Jakarta
Pusat.
“Kita makan di sini ya, kamu belum makan malem kan
Nay?” Kak Ian mengajak Naya masuk ke salah satu kafe favoritnya di plaza
tersebut.
“Wih...tumben aku ditraktir. Dalma rangka apa Kak?”
“Ngga apa-apa...Kakak sekalian janjian sama temen
Kakak disini. Ngga apa-apa ketemuan sama temen Kakak sekalian.”
“Siapa Kak? Kalo gitu Nay muter-muter sendiri aja
ya Kak, biar Kakak ngobrol aja sama temennya.”
“Kamu kenal koq orangnya.”
“Hah...siapa Kak?”
“Adrian! Hey...long
time no see.” Naya mendengar sebuah suara yang dikenalnya di belakang dia
duduk.
Kak Kevin?
Kak Kevin sudah di Jakarta? bisik Naya panik.
“Hey Vin...apa kabar loe? Masih inget ngga sama
Naya?”
“Naya? Ini Naya? Wih...beda banget sekarang, udah
bukan anak SMP lagi ya...”
“Eh iya Kak Kevin...aku baru lulus SMA, udah mau
masuk kuliah bulan ini.”
“Terakhir ketemu kamu masih SMP ya Nay...apa kabar
kamu?”
“Baik Kak Kevin” Naya menjawab terbata-bata dan
salah tingkah.
Kevin Giovanni Kusumawijaya. Temen Kakak Ian yang
sangat Naya suka sejak Naya SD sampai SMP. Kevin adalah teman kecil Adrian
sejak SD sampai SMA. Empat tahun yang lalu, selepas SMA, Kevin pergi ke Amerika
untuk kuliah dan sejak saat itu Naya belum mendengar kabar darinya lagi.
Iya...Naya sangat mengagumi Kevin sejak pertama kali Kevin sering main ke rumah
mereka.
“Oy Vin...duduk dulu, baru ngobrol. Kapan loe sampe
Jakarta?”
“Baru dua hari yang lalu Ian, terus kemarin
langsung nelpon elo deh. Hahaha..kangen banget gw sama elo, elo ngga kangen sama gw? Sahabat kesayangan elo yang paling sabar ngadepin tingkah elo.”
“Udah selesai kuliah?”
“Udah...udah for good ke Jakarta gw sekarang.
Sempet kerja di sana sebentar, sekarang udah for good soalnya nyokap udah
nyuruh gw pulang, khawatir anak semata wayangnya keenakan tinggal di negeri
orang.”
“Hahahaha...nyokap elo masih kayak dulu ya? Oiya
gimana kabar bokap nyokap elo?”
“Baik koq...sehat-sehat...oiya, mereka titip salam
buat elo dan Naya, mereka nanya kapan main ke rumah lagi.”
“Terus...apa rencana elo sekarang di Jakart Vin?”
“Gw lagi mulai start
up company di Jakarta Ian.”
Tiba-tiba handphone Kak Ian berdering.
“Hallo Sayang...iya...aku lagi di kafe sama Kevin
dan Naya. Kamu mau aku jemput? Oooo..okay, aku jemput ya.”
“Kevin...gw harus jemput pacar gw nih, elo boleh
anterin adik gw pulang ngga?”
“Kak Ian...masa aku ditinggal sih, aku ikut dong..”
“Ngga ah...masa aku mau pacaran kamu gangguin.”
“Biasa juga aku jalan bertiga sama Kakak ngga apa-apa.”
“Udah ngga apa-apa...masa kamu ngga percaya sama
Kevin. Kalau dia berani macem-macem sama kamu, aku datengin rumahnya Nay.
Vin...gw titip Naya ya. Sekalian elo ketemuan sama bokap nyokap gw, kayaknya
mereka juga udah kangen sama elo. Sering nanyain elo. Hahahha..”
“Masih aja ya kelakuan elo, adik elo udah
cantik begini, kalo ada yang culik gimana? Hahahha...ya udah, ngga apa-apa ya
Nay, nanti Kak Kevin aja yang anter pulang. Biarin aja Kak Ian pergi. Udah
biasa kan ditinggal dia? Hahaha...”
“Kupret loe...Gw jalan ya Vin...Nay, Kakak jalan ya...kalo Kevin
macem macem sama kamu, telpon Kakak ya...”
“Udah sana, nanti pacar elo ngambeg lagi, gw bakal
jagain adik kecil lo ini, gw anterin sampe rumah dengan selamat, sehat wal
afiat.”
“Dah Kak Ian, emang kalo Kak Kevin macem-macem Kakak bakal dateng? Huhhh...udah sana jalan, salam ya buat pacarnya...aku sama Kak Kevin aja...”
Dan tinggallah mereka berdua di kafe itu. Naya
merasa canggung. Dia memang sudah kenal Kak Kevin sejak kecil, namun tidak
pernah jalan berdua dengan suasana seperti ini dengan Kevin sebelumnya.
“Nay...kamu udah makan?”
“Belum Kak...”
“Ya udah, kamu mau makan di sini atau mau makan di
luar? Eh Kak Kevin inget, kamu suka makan sate kan? Kita makan sate aja
yuk..kita pesen minuman aja disini abis itu kita makan sate, gimana?”
“iya Kak...boleh.”
Kak Kevin
masih inget makanan kesukaan aku, Naya berucap lagi dalam hati.
“Pelayannn...minta
menu” seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua.
“Saya pesan hot black coffee. Kamu mau pesen apa
Nay?”
Black coffee?
Kak Kevin juga suka minum black coffee? Bisik Naya dalam hati.
“Nay? Nay...kamu mau pesen apa?”
“Oiya Kak, maaf...aku pesen hot chocolate saja Kak.”
“Satu hot black coffee dan satu hot chocolate. Terima kasih.”
Rega...aku
kangen sama kamu, tanpa disadari mata Naya berkaca-kaca lagi.
“Nay...Naya?” ucap Kevin memecah keheningan dalam
kepala Naya...
No comments:
Post a Comment