Sunday, May 22, 2016

Surat untuk Rega : Black Coffee

Gadis kecil itu duduk di kafe kesayangannya sambil sesekali meminum coklat panas kesukaannya. Di sebelah cangkir coklat panasnya, tergeletak secangkir minuman lain, black coffee yang masih penuh dan sudah mulai mendingin. Sesaat dia melupakan dunia sekitarnya mendengarkan lagu-lagu dari playlist kesukaannya selama hampir setahun terakhir ini, playlist dirinya dan Rega. Tangannya sibuk menulis dalam sebuah buku bersampul warna biru.
Sabtu, 23 Juli 2005

Rega sayang...
Aku sedang berada di kafe favorit kita, kamu masih ingat kan?’
Duduk di tempat kesayangan kita dan memesan minuman kesayanga kita.
Hot chocolate untuk aku dan black coffee kesukaan kamu.
Aku masih ingat cerita kamu yang selalu membicarakan tentang kopi.
Minum kopi sebelum berangkat sekolah disuguhi dengan kue buatan mama kamu.
Di saat aku masih minum susu vanilla, kamu sudah minum kopi hitam.
Sepertinya kamu tua sebelum waktunya, di rumahku hanya papaku yang minum kopi, Kak Ian suka kopi namun dia bukan pecinta kopi.
Kamu mengatakan pagi kamu belum lengkap tanpa segelas kopi hitam panas buat mama kamu.
Kamu menyukai aromanya, wanginya, bahkan kamu mengetahui jenis-jenis kopi yang bahkan aku ngga ngerti.

Hahaha...aku masih ingat betapa kita sering mengatakan bahwa minuman kesukaan kita adalah yang lebih baik.
Kamu mengatakan kopi lebih enak dari coklat panas dan aku sebaliknya.
Dan ketika aku ngambeg, kamu membuatkan coklat panas dari resep sederhana kesukaanku, coklat batang dilumerkan dengan susu putih. Memang sih rasanya tidak seenak kalau aku buat sendiri, tapi melihatmu membuatnya dengan sungguh-sungguh ditambah dengan sandwich coklat keju, akhirnya aku tersenyum dan kamu dimaafkan.
Hahaha...aku kangen masa-masa itu sayang.

Rega...aku kangen sekali sama kamu.
Aku sudah menjalani test SPMB dan aku berhasil masuk kampus idaman kita.
Seandainya kamu ada disini, pasti kita akan merayakannya bersama-sama.
Kita akan berangkat ke kampus yang sama dan mendiskusikan topik-topik kesukaan kita.
Kita akan membicarakan tentang dosen-dosen di kampus, senior-senior, semuanya.
Aku kangen membicarakan hal-hal kecil yang tidak penting namun terasa asik saat membahasnya dengan kamu. Tidak pernah ada rasa bosan.Namun...aku tahu, semua itu tidak akan terjadi.
Aku tahu sayang...aku hanya merindukan kamu.

Dari aku yang masih sangat merindukan kamu,
Naya


14 Februari 2004

“Nay...kamu ikutin genggaman tangan aku aja ya, okay?”
“Kita mau kemana sih Ga? Kamu mau culik aku ya pake tutup mata segala? Katanya mau ajak aku nonton Love Actually di bioskop. Kita ngga jadi ke bioskop ya? Ah kamuuu...”
“Stttt...udah diem aja, bawelnya pacar aku. Ngga usah banyak nanya, berisik deh kamu. Udah kamu ikutin aku aja, percaya sama aku.”
“Iya deh...aku diem...”

“Aku buka mata kamu ya....satu...dua...tiga...”
Naya hanya bisa terdiam, dirinya berada di roof top sebuah rumah Rega yang berhiaskan nyala-nyala lilin di sekelilingnya. Ada sebuah meja dan dua buah kursi yang saling berseberangan.
“Selamat Hari Valentine sayang...dan selamat 16 bulanan kesayanganku.”
Naya lama menatap Rega, tidak ada kata yang bisa terucap selama beberapa waktu.
Naya sangat menyukai nyala-nyala lilin di waktu malam seperti layaknya dia menyukai taburan cahaya bintang saat langit cerah. Dan Naya tahu bahwa Rega sangat memahami hal itu.

I’m so lucky for having in my life Rega, ucap Naya dalam hatinya.
“Rega...terima kasih untuk kejutannya. Aku sayang sama kamu,” mata Naya sedikit berkaca-kaca.
Rega memberikan bunga edelweis untuk Naya dan sekotak coklat kesukaan Naya kemudian memeluk Naya selama beberapa saat.
“Aku juga sayang sama kamu Naya. Walau kamu bawel, walau kamu suka ngambeg, kamu tetep kesayangan aku.”
“Rega jahat...” Naya melepaskan pelukan Rega,”Ga...aku laper...boleh duduk ngga? Wih...makasih ya bunganya, walau sebenernya aku bukan pecinta bunga sih, aku suka coklatnya....hua...makasih ya Rega...pasti bakalan abis nih dalam satu hari. Makasih ya pacar kesayangan...hahahaha...”
“Hahahha...dasar nih kamu, momen romantisnya jadi hilang.”
“Ngga boleh kelamaan romantis-romantisan Ga, kan kita masih anak SMA.”
“Udah ayo duduk, aku udah buat sandwich kesukaan kamu tadi sebelum berangkat ke sini, kayaknya udah agak dingin, ngga apa-apa ya? Hahaha...”
“Cuma sandwich doang ngga? Aku mana kenyang nih...huaaa...kamu mau buat pacarnya kelaparan ya? Huhuhuhu...”
“Hahahhaa...iya kita telpon delivery makanan aja ya ke sini...”
“Nanti kita jalan kaki makan sate ayam deket rumah kamu aja, aku mau sate...kita beneran ngga jadi nonton nih?”
“Udah dandan cakep begini kamu ngga apa-apa makan sate kaki lima?”
“Ya ngga apa-apa...emangnya ada larangan kalo udah dandan cantik ngga boleh makan sate? Aku kayaknya baju ganti koq di mobil kamu. Nanti aku ganti baju dulu aja.”
“Hahahaha...ya udah...kita makan sandwich-nya dulu ya, sama hot chocolatenya yang udah dingin...”

Sambil menikmati sandwich coklat keju kesukaan Naya dan Rega, mereka menikmati malam perayaan itu. Waktu sudah menunjukkan jam 8 malam.
“Nay...sebentar lagi aku akan lulus SMA lho...kita akan long distance. Kita ngga bisa makan bareng di kantin lagi atau berangkat dan pulang sekolah bareng.”
“Iya Ga...aku tahu koq...kamu jadi masuk ke kampus idaman kita?”
“Jadi dong...nanti aku akan tunggu kamu masuk tahun depan, jadi kita bisa bareng-bareng lagi.”
“Iya...udah ngga sabar nunggunya. Semoga aku juga bisa lolos SPMB ya...kamu juga, kita usaha sama-sama ya Ga. Nanti aku pasti kangen banget sama kamu kalo kamu udah ngga di sekolah lagi.”
“Hahahha...aku masih bisa main ke rumah koq sepulang kuliah nanti atau kalo lagi libur, tenang aja.”
“Iya Naya...kamu jangan khawatir.”
“Kamu jangan nakal ya nanti sama senior-senior cantik di kampus.”
“Kamu juga ya...jangan nakal sama junior-junior lucu yang nanti baru masuk di sekolah.”
“Hahahhaa...iya Ga...janji.”

“Nay...boleh tutup mata kamu sekali lagi?”
“Mau dibawa kemana lagi? Masih ada sisa sepotong nih sandwich aku, masih lapar dari tadi ngomong terus.”
“Ngga bakal dibawa kemana-mana lagi koq...”
“Janji?”
“Janji...tutup mata kamu 10 detik aja.”
“Iya...aku hitung mundur ya...10...9...8...7...6...5...4...3...2...1”
“Iya Nay...buka mata kamu sekarang.”
Di depan Naya terletak sebuah kalung emas putih dengan liontin hati yang manis beserta dengan sebuah surat.
“Ini apa Rega?”
“Ini buat kamu Naya...aku tahu, saat ini kita masih SMA dan perjalanan kita masih panjang. Tapi satu hal yang tahu Nay, aku sayang sama kamu. Anggaplah kalung ini sebagai pengingat kamu tentang aku.”
“Tapi..kalung ini  pasti mahal banget Rega, aku ngga bisa menerimanya. Cukup bunga edelweis saja yang menandakan rasa sayang di antara kamu dan aku.”
“Nay...aku melakukan ini secara tulus ikhlas koq. Dan aku juga menyiapkan ini semua sendiri koq, tidak menyusahkan siapa-siapa. Aku akan merasa senang kalau kamu mau menerimanya.”
“Tapi Ga...rasa sayang kamu ke aku, ketulusan dan kejujuran kamu sudah cukup untuk aku.”
“Aku tahu Naya...tapi aku mohon kamu terima ya. Sini aku bantu kamu memakainya.”
“Terima kasih Rega...” mata Naya berkaca-kaca,”Kamu berhasil membuat aku kehilangan kata-kata.”
“Udah ah...jangan cengeng...kalungnya bagus untuk kamu. Kamu cantik sekali,” ucap rega sambil mengecup kening Naya,” Nay...kamu masih laper kan? Cacing-cacing di perut kamu pasti udah pada demo. Kamu ganti baju ya, aku ambilinn baju kamu abis itu kita makan sate terus aku anter kamu pulang.”
“Iyaaa.......mau makan!”

Setelah makan, Rega mengantar Naya pulang ke rumahnya.
“Malam Nay...besok aku jemput kamu ya sepulang gereja.”
“Iya Ga...malam Rega sayang. Hati-hati di jalan pulang ya”
“Malam Naya sayang.”

Di kamarnya, Naya membuka surat yang Rega tulis untuknya.

14 Februari 2004

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak dapat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Happy Valentine’s Day dan selamat 16 bulan buat kita Naya sayang.

Ini adalah Valentine kedua kita dan aku sungguh bersyukur kepada Tuhan aku bisa dipertemukan dengan kamu Nay.

Semoga kita bisa bersama dalam Valentine’s Day Valentine’s Day di tahun-tahun yang akan datang.

Aku sayang sama kamu Narayana Calia Adijaya, sekarang dan selamanya.

I thank God every time I remember about you, my love.

Rega Arifin Winata

Dan aku juga bersyukur kepada Tuhan setiap kali aku mengingat kamu Rega sayang, bisik Naya dalam hati sambil tersenyum kecil dan mencium surat pemberian Rega. Di atas tempat tidurnya, Naya membuka jurnal hariannya yang selalu dia tulis untuk Rega.

14 Februari 2005

Rega Sayang...makasih buat suratnya, it’s so sweet...aku sayang........banget sama kamu!!!Kamu mengutip puisi Sapardi Djoko Damono ya, aku juga berharap bisa merayakan Valentine’s Day tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya bersama dengan kamu. Everyday I love you.

Terima kasih karena kamu sudah sabar menghadapi aku yang sering ngambeg.

Dan dalam setiap hari yang aku lewati, aku bersyukur karena aku menjalaninya bersama dengan kamu.
Setiap detik, setiap menit, setiap jam.
Setiap senyum dan tawa yang aku bagi denganmu.
Setiap kesedihan dan air mata yang kamu hapus dari wajahku.
Terima kasih untuk kamu, malaikat penjagaku.

Happy Valentine’s Day dan selamat 16 bulanan ya Sayang.

Gadis kecil kamu,
Naynay"

Sebuah SMS masuk ke handphone Naya.
“Nay...aku udah sampe rumah ya...selamat tidur sayang. Sayang kamu, sampai ketemu besok..”
“Malam Rega sayang...terima kasih untuk hari ini. Aku juga sayang.....banget sama kamu...sampai ketemu besok ya Ga...mimpiin aku...”


Beep...beep...
Handphone Naya berdering.

“Kak Ian”

“Hallo Kak Ian...ada apa?”
“De...kamu dimana? Udah jam lima sore kamu belum pulang. Mama tadi nelpon cariin kamu.”
Tanpa terasa Naya sudah duduk berjam-jam di kafe itu. Coklat panas yang dipesannya pun sudah menjadi dingin.
“Lagi di kafe Kak.”
“Kafe biasa? Kakak jemput ya. Kamu bawa mobil ngga?”
“Aku ngga bawa mobil, mau kemana Kak jemput aku?”
“Temenin Kakak jalan-jalan dong. Kan udah lama kita ngga jalan bareng Nay.”
“Udah lama? Perasaan baru dua minggu lalu Kakak ngajak Nay jalan, Kak Ian ngga pacaran?”
“Ngga...hari ini off...mau pacaran sama adiknya aja.”
“Kakak mah gombalin aku ngga bakal mempan kali, hahaha...yaudah aku tunggu di kafe ya.”
“Iya...Kakak sebentar lagi sampai.”
“Iya Kak...”

Naya menutup buku yang berisi tulisannya untuk Rega.
Rega...aku pulang dulu ya.
Lima belas menit kemudian Kak Ian sampai di kafe dan menjemput Naya.

Mobil Kak ian memasuki salah satu plaza di Jakarta Pusat.
“Kita makan di sini ya, kamu belum makan malem kan Nay?” Kak Ian mengajak Naya masuk ke salah satu kafe favoritnya di plaza tersebut.
“Wih...tumben aku ditraktir. Dalma rangka apa Kak?”
“Ngga apa-apa...Kakak sekalian janjian sama temen Kakak disini. Ngga apa-apa ketemuan sama temen Kakak sekalian.”
“Siapa Kak? Kalo gitu Nay muter-muter sendiri aja ya Kak, biar Kakak ngobrol aja sama temennya.”
“Kamu kenal koq orangnya.”
“Hah...siapa Kak?”
“Adrian! Hey...long time no see.” Naya mendengar sebuah suara yang dikenalnya di belakang dia duduk.
Kak Kevin? Kak Kevin sudah di Jakarta? bisik Naya panik.

“Hey Vin...apa kabar loe? Masih inget ngga sama Naya?”
“Naya? Ini Naya? Wih...beda banget sekarang, udah bukan anak SMP lagi ya...”
“Eh iya Kak Kevin...aku baru lulus SMA, udah mau masuk kuliah bulan ini.”
“Terakhir ketemu kamu masih SMP ya Nay...apa kabar kamu?”
“Baik Kak Kevin” Naya menjawab terbata-bata dan salah tingkah.
Kevin Giovanni Kusumawijaya. Temen Kakak Ian yang sangat Naya suka sejak Naya SD sampai SMP. Kevin adalah teman kecil Adrian sejak SD sampai SMA. Empat tahun yang lalu, selepas SMA, Kevin pergi ke Amerika untuk kuliah dan sejak saat itu Naya belum mendengar kabar darinya lagi. Iya...Naya sangat mengagumi Kevin sejak pertama kali Kevin sering main ke rumah mereka.

“Oy Vin...duduk dulu, baru ngobrol. Kapan loe sampe Jakarta?”
“Baru dua hari yang lalu Ian, terus kemarin langsung nelpon elo deh. Hahaha..kangen banget gw sama elo, elo ngga kangen sama gw? Sahabat kesayangan elo yang paling sabar ngadepin tingkah elo.”
“Udah selesai kuliah?”
“Udah...udah for good ke Jakarta gw sekarang. Sempet kerja di sana sebentar, sekarang udah for good soalnya nyokap udah nyuruh gw pulang, khawatir anak semata wayangnya keenakan tinggal di negeri orang.”
“Hahahaha...nyokap elo masih kayak dulu ya? Oiya gimana kabar bokap nyokap elo?”
“Baik koq...sehat-sehat...oiya, mereka titip salam buat elo dan Naya, mereka nanya kapan main ke rumah lagi.”
“Terus...apa rencana elo sekarang di Jakart Vin?”
“Gw lagi mulai start up company di Jakarta Ian.”

Tiba-tiba handphone Kak Ian berdering.
“Hallo Sayang...iya...aku lagi di kafe sama Kevin dan Naya. Kamu mau aku jemput? Oooo..okay, aku jemput ya.”
“Kevin...gw harus jemput pacar gw nih, elo boleh anterin adik gw pulang ngga?”
“Kak Ian...masa aku ditinggal sih, aku ikut dong..”
“Ngga ah...masa aku mau pacaran kamu gangguin.”
“Biasa juga aku jalan bertiga sama Kakak ngga apa-apa.”
“Udah ngga apa-apa...masa kamu ngga percaya sama Kevin. Kalau dia berani macem-macem sama kamu, aku datengin rumahnya Nay. Vin...gw titip Naya ya. Sekalian elo ketemuan sama bokap nyokap gw, kayaknya mereka juga udah kangen sama elo. Sering nanyain elo. Hahahha..”
“Masih aja ya kelakuan elo, adik elo udah cantik begini, kalo ada yang culik gimana? Hahahha...ya udah, ngga apa-apa ya Nay, nanti Kak Kevin aja yang anter pulang. Biarin aja Kak Ian pergi. Udah biasa kan ditinggal dia? Hahaha...”
“Kupret loe...Gw jalan ya Vin...Nay, Kakak jalan ya...kalo Kevin macem macem sama kamu, telpon Kakak ya...”
“Udah sana, nanti pacar elo ngambeg lagi, gw bakal jagain adik kecil lo ini, gw anterin sampe rumah dengan selamat, sehat wal afiat.”
“Dah Kak Ian, emang kalo Kak Kevin macem-macem Kakak bakal dateng? Huhhh...udah sana jalan, salam ya buat pacarnya...aku sama Kak Kevin aja...”

Dan tinggallah mereka berdua di kafe itu. Naya merasa canggung. Dia memang sudah kenal Kak Kevin sejak kecil, namun tidak pernah jalan berdua dengan suasana seperti ini dengan Kevin sebelumnya.

“Nay...kamu udah makan?”
“Belum Kak...”
“Ya udah, kamu mau makan di sini atau mau makan di luar? Eh Kak Kevin inget, kamu suka makan sate kan? Kita makan sate aja yuk..kita pesen minuman aja disini abis itu kita makan sate, gimana?”
“iya Kak...boleh.”
Kak Kevin masih inget makanan kesukaan aku, Naya berucap lagi dalam hati.
 “Pelayannn...minta menu” seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua.
 “Saya pesan hot black coffee. Kamu mau pesen apa Nay?”
Black coffee? Kak Kevin juga suka minum black coffee? Bisik Naya dalam hati.
“Nay? Nay...kamu mau pesen apa?”
“Oiya Kak, maaf...aku pesen hot chocolate saja Kak.”
“Satu hot black coffee dan satu hot chocolate. Terima kasih.”
Rega...aku kangen sama kamu, tanpa disadari mata Naya berkaca-kaca lagi.
“Nay...Naya?” ucap Kevin memecah keheningan dalam kepala Naya...

No comments:

Post a Comment