“AB send you
a friend request”
Wanita muda ini terdiam saat membaca tulisan di
layar android kesayangannya. Hampir saja gelas berisi energen sereal rasa
coklat lepas dari genggaman tangannya.
“AB?” gumamnya separuh berbisik. “Untuk apa?”
Dua pilihan sangat jelas terlihat di bawah friend request jejaring sosial tersebut.
Confirm.
Delete.
Dengan setengah hati, telunjuk tangan kanannya
menekan “confirm”. It is okay right now.
It’s been years and you already forgive him.
Sesaat kemudian pikiran wanita muda ini melayang ke
beberapa tahun silam.
Oktober di
tahun itu.
Terdiam sendirian di dalam ruang kelas sesuai makan
malam. Didera rasa merindukan rumah, gadis kecil ini tanpa disadari menitikkan
air matanya. Niat ingin belajar padam seketika diganti dengan lamunan akan
rumah dan semua sahabat yang tersayang yang berada jauh di sana.
Tock tock. Perlahan pintu dibuka. Seorang lelaki muda
masuk ke dalam kelas dengan gayanya yang khas, tersenyum, tengil dan
kekanak-kanakan. Anak laki-laki yang ada di depan lift kemarin, gumam si gadis
muda. Merasa salah tingkah, dia langsung menghapus air mata di sudut matanya.
“Hei..” sapa lelaki muda tersebut.
“Hei juga.”
“Kamu lagi apa?” sapanya dalam bahasa asing yang
terbata-bata yang sedang mereka pelajari bersama-sama.
“Lagi mau belajar, menghafal tulisan. Sulit.”
Dengan gaya cueknya, si lelaki muda langsung duduk
di hadapan gadis muda tersebut.
“Kamu dari mana?”
“Dari IND, kamu?”
“Aku dari KZK”
“KZK? Dimana ya itu?” tanya si gadis kecil karena
tempat lelaki muda ini berasal terasa
asing di telinganya.
Lalu dengan gaya pecicilan, lelaki muda ini berlari
ke peta dunia yang tertempel di dinding kelas sambil menarik tangan si gadis.
“Di sini lho letaknya.”
Dan gadis muda itu tersenyum.
Sejak hari itu mereka menjadi dekat.
Awal
Desember di tahun itu
Dalam ruang kelas yang sama, lelaki muda dan gadis kecil
itu berada dalam pembicaraan yang serius.
“Kamu tahu, aku suka kamu, tapi kamu tahu kalo
teman sekamarku juga menyukaimu,” lelaki muda itu berbicara kepada gadis kecil itu. Semua ini terasa sulit baginya, teman sekamar atau gadis kecil ini.
“Aku ga peduli kalo dia suka sama aku, aku nga suka
sama dia. Aku suka dan sayang sama kamu, terus...salah aku kalo teman kamu suka
sama aku?”
“Sepertinya dia tahu tentang kita.”
“Aku ga peduli, biar aja dia tahu apa yang terjadi
di antara kamu dan aku.”
“Tapi bagaimana aku harus berhadapan dengan dia
nanti?”
“Kamu selalu mikirin teman sekamar kamu, mikirin
lelaki lain yang suka sama aku. Aku nga peduli dengan mereka. Bukan salah aku
kalau mereka suka sama aku dan aku nga pernah meminta mereka suka sama aku.”
Suasana hening.
Pembicaraan berhenti tanpa konklusi.
Lelaki muda ini menarik diri dari gadis kecil ini.
Tidak ada kejelasan status tentang hubungan mereka.
Di Penghujung
tahun itu
“Aku akan pulang ke KZK minggu depan.”
“Berapa lama?”
“Sampai liburan usai, aku belum tahu kapan akan
kembali ke sini.”
“Baik.”
“Tenang. Aku ga akan lupa sama kamu. Nanti kita bisa ngobrol di MSN kan atau Skype”
“Tenang. Aku ga akan lupa sama kamu. Nanti kita bisa ngobrol di MSN kan atau Skype”
Senyum kecil terlukis di bibir gadis kecil ini.
“Baiklah”
Awal tahun
baru
Lelaki muda ini menghilang tanpa kabar.
Tidak bisa ditelpon.
Tidak pernah aktif di MSN atau skype.
“Kemana dia?” gumam gadis kecil ini dalam hati.
She misses
him, so much.
But she
cannot demand, because they are just friend. Closed friend?
14 Februari di
tahun baru itu
Datangnya musim semi tahun ini berbarengan dengan
Hari Valentine.
Kringggg....kring.....
Tiba-tiba telepon genggam Sony Erricson si gadis
kecil berbunyi.
“Ya halo...”
“Halo...benar ini dengan YH?”
“Iya betul...ini siapa? Hallo...hallo...”
“Hallo...ini kami dari...”
“Apa? Saya nga mengerti...saya tutup sebentar ya.”
Beep......
Telepon genggam itu dimatikan. Sinyal yang jelek
ditambah dengan bahasa asing yang sulit dipahami. Gadis kecil ini segera
berlari ke resepsionis mengharapkan bantuan dari penjaga asrama yang
dipanggilnya dengan sebutan Papa. Kring...kring....telpon itu berbunyi lagi...
“Papa.....tadi ada yang nelpon aku, tapi aku nga
tahu siapa. Papa boleh bantu angkat telpon?”
Dengan terengah-engah, gadis kecil ini berbicara
sambil menyerahkan telpon ini ke Papa.
“Hallo....”
Dengan bahasa dan aksen daerahnya Papa mengangkat
telpon dan berbicara dengan si penelpon.
“YH...katanya nanti ada yang mau kirim barang buat
kamu. Nanti sebentar lagi sampai disini.”
Satu jam kemudian gadis kecil ini dipanggil turun
ke bawah.
Ada seorang pria yang sedang menunggu di
resepsionis. Pria berusia baya ini berpakaian seperti kurir sambil membawa
sebuket bunga mawar merah besar.
“Miss.YH?”
“Iya betul..ada apa ya?”
“Ini ada kiriman bunga buat Miss.YH. Tadi saya
sudah sampai disini, tapi karena nama yang ditulis bukan Miss.YH maka tadi saya
berputar lagi.”
“Oiya sama saja, itu nama saya juga. Terima kasih
banyak.”
Kaget bercampur rasa penasaran, gadis kecil ini
berlari ke kamar dan segera membuka kartu ucapan yang ternyata ucapan “Happy
Valentine”.
“Happy
Valentine untuk kamu.
Semoga kamu tahu ada
orang yang ingin bertemu kamu di IND.
NP”
Bukan AB. Ternyata kiriman buket mawar merah berasal dari NP di IND. Seniat
itu dia sampai mengirimkan sebuket bunga mawar merah ini. Tapi bukan dia yang gadis
kecil itu harapkan. Tanpa disadari mata si gadis kecil berkaca-kaca dan air
mata kembali menetes. Dia mengucapkan terima kasih kepada NP melalui email dan
SMS.
Awal Maret
di tahun baru itu
“YH...kamu tahu AB sudah datang lagi? Dia baru
dateng dari KZK, tadi aku ketemu dia di lobi asrama” tanya seorang teman asrama.
“Oh ya? Aku nga tahu. Aku belum kontak sama AB
lagi.” Gadis kecil itu berusaha untuk bersikap normal dan menampilkan senyum
terbaiknya. Dan gagal.
Beberapa hari kemudian gadis kecil ini berpapasan
dengan lelaki muda itu di lorong asrama dekat kamarnya. Tidak ada sapaan,
bahkan tersenyum pun tidak.
“Boleh bicara sama kamu di ruang kelas?” gadis
kecil itu menerima SMS dari lelaki muda yang lebih kecil beberapa tahun
darinya.
“Baik, kapan?”
“Sekarang.”
“Okay.”
Pertemuan malam itu terasa aneh. Lelaki muda di
hadapannya terasa sangat asing dan dingin.
“Apa kabar?” sapa lelaki muda itu.
Basa basi gumam gadis kecil itu.
“Baik, kamu?”
“Baik. Koq kamu sombong sih, aku dateng nga disapa.”
“Buat apa?”
“Oiya YH...ini aku bawain kamu coklat dari KZK, aku
tahu kamu suka coklat. Ini buat kamu semua, nanti minum pake teh seperti biasa
ya.’
“Terima kasih.”
“Satu lagi...waktu aku pulang ke KZK, aku sudah
jadian, sekarang aku punya pacar.”
Gadis kecil ini berusaha semampu yang dia bisa
untuk terlihat biasa.
Walau ada rasa perih yang terasa, seperti sebuauh
luka yang disiram dengan perasa air jeruk lemon. Perih. Sakit.
“Oh ya? Selamat ya...”
“Terima kasih, kamu gimana kabarnya? Udah punya
pacar belum?”
Bodoh. Pertanyaan paling bodoh yang pernah aku
dengar.
“Belum, aku balik ke kamar ya, besok kan udah mulai
sekolah, aku ngantuk. Selamat malam.”
Gadis kecil ini kembali ke kamar. Dadanya terasa
sesak. Dia ingin menangis, berteriak. Dia jahat.
Dalam bulan berikutnya, gadis kecil ini berusaha
menghindari lelaki muda ini. Entah berapa ribu kali gadis kecil ini
mengingatkan dirinya bahwa lelaki muda ini bukan miliknya. Harus melupakan dia.
Berhenti. Sudah. Selesai.
Sebuah hari
di Bulan April di tahun baru itu
“YH...temenin aku makan yuk di restoran yang biasa
kita makan?”
“Sama siapa?”
“Yang lain nga bisa, kamu sama aku aja.”
Bingung. Ya atau tidak. Jalan berdua lagi dengan
lelaki ini akan berbahaya buat gadis kecil ini. Tapi gadis kecil ini terlalu
bodoh.
“Okay...sebentar ya aku ganti baju.”
Dalam perjalanan makan, gadis kecil ini menemukan
lelaki muda yang pernah dikenalnya dulu. Betapa dia sungguh sangat merindukan
sosok itu. Kesepian. Ya...mungkin karena dia kesepian. Dia membutuhkan lelaki
muda ini. Tidak peduli seberapa brengseknya lelaki ini. Matanya buta. Hatinya
buta. Oleh perasaan yang membabi buta.
Dalam perjalanan pulang, lelaki ini menggandeng
tangan si gadis kecil saat menyeberang. Perasaannya kacau. Teramat kacau. Apa
yang diinginkan olehnya?
“YH...aku sudah putus.”
“Terus?”
“Ga apa-apa, aku cuma mau kamu tahu, aku sudah
putus.”
Lelaki muda ini merangkul bahu si gadis kecil ini.
Bodoh. Gadis kecil yang bodoh.
Mei di tahun
baru itu
“Kamu makan sendiri aja ya, aku bakal pulang malam.
Ga usah tunggu aku.”
Sebuah SMS dari si lelaki muda ke gadis kecil ini.
Kecewa? Iya...dirinya sudah menunggu si lelaki muda
untuk makan malam bareng seperti yang dijanjikan kepada di gadis kecil ini. Dan
malam itu sudah jam 9 malam. Dia memutuskan untuk tidur.
Beberapa hari kemudian, lelaki muda ini berjanji
akan pulang cepat sebagai permintaan maaf.
Jam 07.00 malam.
“Kamu dimana?”
“Sebentar, aku masih di jalan. Sebentar lagi
pulang.”
Jam 08.00 malam.
“Kamu dimana?”
“Sebentar.”
Pk.11.00 malam.
Lelaki muda ini tidak menjawab panggilan di telpon.
Sampai jam dua dini hari.
Gadis kecil ini tidak makan dan tidak bisa tidur.
Lelaki muda ini baru kembali ke asrama pagi hari
keesokan harinya.
“Maaf YH.”
Gadis ini terluka. Sakit. Bodoh. Terlalu bodoh.
Dia hanya bisa menangis. Entah menangisi si lelaki
muda ini atau menangisi kebodohannya yang tetap bodoh walau sudah sadar.
Beberapa bulan terakhir sebelum kepulangan dirinya
ke IND adalah sebuah masa-masa yang paling menyiksa.
“YH...buat apa sih kamu sama dia? Buat apa kamu
nangisin dia. Buat apa kamu mikirin dia. Apa sih lebihnya dia?
Aku hanya bisa terdiam mendengar perkataan teman
lelakiku yang lain ketika berada di dalam MRT sehabis berjalan-jalan.
“Mendingan kamu sama aku aja. Aku bisa lebih baik
dari dia”
Oh...please, stop it. Aku muak dengan mereka, I
hate guys. Berhenti berucap, berkata-kata dan berjanji. Gadis kecil ini
bergumam dalam hatinya. Dia terlalu lelah, bahkan untuk menangis dan berteriak.
Hancurkan saja aku dan aku nga akan melawan, sedikit pun.
Awal Juni di
tahun baru itu
“Aku akhir bulan depan akan pulang ke IND. Kita nga
akan pernah ketemu lagi. Mungkin ini yang terbaik buat kamu. Ga ada lagi aku
yang bawel.”
“Jangan begitu.”
“Udah kamu nga usah bohong. Kamu bisa bebas pergi
dengan siapa aja kalo aku udah pulang nanti. Kan dari awal kita emang nga ada
komitmen apa-apa kan?”
Gadis kecil ini tersenyum miris.
“Kamu mau jadi pacar aku?” bisik lelaki muda ini.
Gadis kecil ini hanya terdiam.
Terlalu lelah untuk menjawab.
Terlalu lelah untuk berpikir.
Terserah mau kamu anggap apa hubungan ini, ucapnya
dalam hati.
Toh sebentar lagi semua ini akan berakhir.
Dia akan kembali.
Ke IND.
Ke kehidupannyan yang dulu, tanpa lelaki muda ini.
Akhir Juni di
tahun baru itu
“Ujian aku selesai awal bulan depan dan aku bakal
balik ke KZK lagi pertengahan bulan depan.”
Dan dia akan pergi lagi, ucap gadis kecil ini.
“Baiklah. Aku bisa minta apa? Meminta kamu menunggu
aku pulang? Kamu juga nga akan mau kan.”
“Kamu jangan begitu.”
Gadis ini tidak bisa menjawab banyak.
Keceriaan dalam hari-harinya hilang. Diganti dengan
hari-hari kelabu.
“Oiya...akhir bulan ini temanku dari SGP akan
datang, kami mau ke SHG karena ada pameran.”
“Okay..semoga kamu nanti bersenang-senang.”
Bahkan dia nga bertanya, temanku perempuan atau
laki-laki, apa aku pergi ramai-ramai atau berdua saja.
Awal Juli di
tahun baru itu
“YH...elo udah siapkan? Nanti gw dateng nih
sebentar lagi. WH.” Teman laki-laki gadis kecil ini yang sekarang menetap di SGP
memberitakan kedatangannya, seorang kakak kelas ketika masih kuliah dan pernah
mendekati YH.
Harusnya gadis kecil ini senang, ada seorang lelaki
yang rela datang dari SGP untuk berjalan-jalan ke SGH bersama dia. Tapi dia
mati rasa.
Perjalanan ke SGH terasa hambar.
AB sudah kembali ke negaranya dan tidak bisa
dihubungi.
“YH...terima kasih sudah mau jadi guide buat gw
selama seminggu ini. Ditunggu pulangnya ke IND. WH”
Seminggu kemudian WH kembali ke SGP, karena dia
hanya izin cuti seminggu ke bosnya.
“Sama-sama WH, sampai jumpa.”
Seharusnya aku bisa menghargai WH yang rela datang
jauh dari SGP atau NP yang mengirim sebuket mawar merah besar dari IND.
Bodoh kamu. Bodoh. Teramat bodoh. Gadis bodoh.
Gumam gadis kecil itu dalam hati.
Beberapa hari terakhir di Bulan Juli, sebelum
kembali ke IND
“Kamu dimana? Boleh telpon?”
“Baik...nanti maleman.”
Malam itu AB tidak mengangkat telepon. Baru esok
malamnya telepon seluler YH berbunyi.
“Kita sudahi semuanya ya. Aku juga sudah mau
pulang. Semua ini ga ada artinya.”
“Baik.”
Telepon ditutup.
Malam itu, gadis kecil itu menangis. Menangis.
Merasa lelah dengan semuanya. Dan sejak hari itu, dia berjanji ga akan pernah
sekali pun menjadi gadis bodoh seperti itu lagi. Tidak akan pernah. Dia akan
berubah menjadi kuat dan menghargai dirinya.
Selamat tinggal AB. Terima kasih untuk setiap rasa
sakit dan luka yang sudah membuatku semakin kuat.
Hari ketika friend
request AB muncul di sosial media YH
“Apa aku akan bisa bersikap biasa?”
“Sungguhkan aku sudah melupakan dan memaafkannya?”
Sesaat kenangan itu kembali dan terasa menusuk
hati. Aku harus kuat. Dia adalah bagian dari masa lalu, pembelajaran yang
sangat berarti buatku. Luka yang telah membuatku lebih kuat. Bagian dari diriku
yang pernah bodoh. Wanita muda ini terus menerus mengatakan hal itu dalam
hatinya. Sudah bertahun-tahun berlalu. Kamu harus kuat.
12 notifications.
AB likes your
photo.
AB likes your
photo.
...
...
...
...
...
...
...
...
...
AB commented
on your photo.
Please
jangan membuatku jadi gila, wanita muda ini separuh memohon dalam bisikannya.
One new
message received.
One new
message from AB.
“Apa kabar?”
“Baik. Kamu?”
“Baik. Aku sedang berpikir...kembali ke tahun itu.
Aku sadar aku sudah melakukan banyak kesalahan.”
“Ga apa-apa. Semua sudah lewat, jangan diingat lagi.
Ketika itu aku juga masih kecil. Kita sama-sama masih muda.”
“Okay...maaf.”
“Ga apa-apa”
“Baik jangan dibahas lagi :) “
“Iya, tidak perlu dipikirkan dan dibahas lagi. Aku
juga sudah melupakannya. Aku percaya kamu bukan orang yang jahat. Kamu
baik-baik ya disana.”
“:)”
“:)”
Wanita muda ini tersenyum mengingat semua yang
telah terjadi di belakang. Luka ini masih mengintip, bersiap siap untuk diminta terbuka
kembali. Tapi untuk kali ini, dia tidak akan membiarkannya. Dia yang sekarang
bukan gadis muda yang bodoh itu. Bertahun-tahun telah berlalu.
Telah banyak hal berubah sejak hari itu dan dia
tidak akan mundur. Banyak hal lain yang harus dilakukan dan dicapainya.
Dan untuk kamu masa lalu, diamlah dengan manis di
tempatmu.
Aku tidak akan melupakan dan menghindarimu.
Kamu adalah bagian dari diriku yang tidak
seharusnya aku tinggalkan dan aku buang.
Dan kamu juga bukan bagian dari diriku yang harus terus
berjalan bersamaku.
Kamu adalah bagian dari pelajaran yang harus aku
pelajari.
Untuk bertumbuh.
Untuk menjadi lebih dewasa.
Untuk menjadi wanita yang dapat menghargai dirinya.
Kamu adalah bagian dari pembentukan kehidupanku.
Dan terima kasih untuk semuanya.
Aku memang menangis, tapi bukan karena aku lemah.
Wanita muda ini menyeka air matanya dan kembali
tersenyum.
“Hey AB”, balasnya kembali di message jejaring sosial.
Lalu wanita muda ini kembali meneguk energen sereal rasa coklat lalu mengigit biskuit Good Time Double Chocolate Chip favoritnya.
Sebuah cerita tentang dia,
T
Mnela’anen, 8 Desember 2015
No comments:
Post a Comment