Wednesday, September 16, 2015

Ketika Beta Berada di Timor

Hari ini adalah hari ke-sepuluh aku dan kedua temanku berada di NTT. Sudah ada sedikit pelajaran tentang salah satu provinsi yang terletak di Pulau Timor, bagian Timur Indonesia, yang berbatasan dengan Timor Leste (pernah dengar kota "Atambua"? Nah..di pulau inilah terletak kota itu). Secara  waktu, Nusa Tenggara Timur itu masuk ke Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA) jadi waktu disini lebih cepat 1 jam (+8) jika dibandingkan dengan jakarta (+7). Namun sekali pun mengikuti waktu di Indonesia Bagian Tengah, namun orang-orang disini selalu menyebut diri mereka sebagai orang Timor.



Setelah cerita tentang perbedaan waktu, yang harus dipahami di tempat ini adalah cuacanya. Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu provinsi di Indonesia tidak sepenuhnya beriklim tropis. Iklim disini dapat dikatakan mengikuti benua Australia. Jadi ketika aku datang ke tempat ini pada bulan September awal, disini sedang memasuki musim kemarau karena di Australia saat ini sedang memasuki musim semi. Puncak dari musim kemarau di tempat ini adalah bulan Oktober sampai dengan November akhir. Terutama di November akhir, cuaca akan panas (menurut penduduk lokal akan tetap berangin dan tidak lebih panas dibandingkan dengan di Jakarta). Saat ini saja, sudah dapat dilihat sungai-sungai yang benar-benar kering sekering-keringnya sampai kita bisa menyeberang jalan tanpa menggunnakan jembatan dan dapat bermain di bebatuan yang seharusnya terisi oleh air sungai. Dimulai sejak bulan September sampai dengan November kita dapat melihat daun-daun yang mulai berguguran dan berganti warna dari hijau menjadi warna kecoklatan dan kemerahan. Disini aku baru dapat benar melihat  yang namanya pohon yang meranggas daunnya itu seperti apa dan pemandangannya sungguh amat indah, seakan kita tidak sedang berada di negara tropis.

Setelah puncak musim kemarau di bulan November, memasuki bulan Desember sampai dengan Maret maka di provinsi yang terletak di atas Benua Australia ini akan memasuki musim hujan yang berkepanjangn. Jika pada musim Oktober November kita akan terbiasa melihat tanah-tanah yang retak dan garing karena terlalu kering dan bencana kekeringan di beberapa daerah yang tidak memiliki sumber air, maka pada bulan Desember dan Januari ini jangan heran jika kita akan mendengar ada banyak berita tentang bencana longsor.

Lalu...seiring dengan Benua Australia yang akan memasuki musim dingin di setiap pertengahan tahun, maka pada bulan April sampai dengan Juni, cuaca akan kembali menjadi dingin, anngin bertiup kencang namun tidak hujan. Saat itu, di Australia telah memasuki musim gugur dan akan memasuki musim dingin. Nusa Tenggara Timur akan memasuki suhu terendah dan terdingin pada bulan Mei dan Juni, jadi...kalau kalian ke sini pada bulan Mei dan Juni, siapkan jaket dan juga long john, karena udara disini relatif lebih dingin dibandingkan di Jakarta. Kalau musim-musim sekarang ini, mungkin cuacanya udaranya mirip dengan udara di Lembang atau di Bedugul. Jadi selalu bawa jaket kalau kesini, terutama kalau main ke daerah pegunungan. Baju dingin adalah barang yang wajib dibawa, terutama buat orang yang tidak terlalu kuat dengan udara dingin.

Kontur Jalanan

Dua minggu pertama aku dan kedua temanku berada disini, kami tinggal di sebuah kota yang bernama Soe. Kota Soe ditempuh dengan 3 jam perjalanan mobil dari Kupang. Kota Soe ini terletak di daerah pegunungan, jadi cuacanya relatif dingin. Sekali pun matahari bersinar terik, namun angin juag bertiup kencang pada musim-musim ini, jadi tanpa disadari kulit kita akan menjadi relatif lebih gelap karena udara dingin yang disinari matahari ini. Jadi...siap-siap sedikit menggelap ya, hahahaha...

Kontur jalanan di Kota Soe, atau tepatnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan, adalah pegunungan. Jadi..disana gunung dan disini gunung, dimana-mana, sejauh mata memandang yang terlihat adalah pegunungan. Hahahhaa...karena kontur pegunungan yang naik turun, penuh dengan belokan dan belum semua jalan beraspal, jadi tidak mengherankan jika sebuah tempat yang hanya berjarak 60 km dari Kota Soe harus ditempuh dalam 3 sampai dengan 4 jam perjalanan. Sebuah tempat yang berjarak 38 km ditempuh dengan 2 jam perjalanan. Jadi...adalah sebuah hal yang biasa kami berlama-lama di jalan, bukan karena macet namun karena kontur jalanannya yang naik turun, berbatu-batu karena tidak beraspal.

Jadi kalau mau menempuh perjalanan jauh jangan lupa bawa antimo, karena perasaannya berbeda dengan menempuh jalanan di Jakarta yang juga lama tapi hanya lurus belok kanan belok kiri, jarang ada naik turunnya.

Tidak ada Listrik dan Tidak ada Sinyal Telepon Seluler

Jujur saja, sebagai orang yang berasal dari Jakarta (bukan mau nyombong ya maskudnya), bagiku agak sulit untuk membayangkan sebuah daerah yang belum memiliki listrik dan sinyal telepon seluler sama sekali. Sebelum aku pergi ke tempat ini, aku pernah berwisata ke pulau-pulau yang tidak memiliki listrik pada siang hari namun memiliki listrik pada jam 6 sore sampai jam 6 pagi keesokan harinya. Ditambah lagi daerah tersebut hanya bisa memiliki sinyal dari Telkomsel saja dan provider laiin menjadi sampah di tempat itu. Bahkan bagiku, hal tersebut adalah sesuatu yang langka. Namun...di tempat ini, hal tersebut sungguh terjadi.

Sebuah daerah yang terpencil dan benar-benar tidak memiliki listrik, bahkan tidak memiliki sinyal telepon seluler adalah hal yang masih lazim didapati. Bagi rakyat desa memang hal tersebut adalah hal yang biasa. Mereka belum sebegitu tergantungnya dengan listrik, mereka bisa menyalakan pelita di malam hari (pelita? Sangat unik bagiku mendengar kata pelita, di Jakarta kata pelita aku sering dengar saat menyebut kampus Universitas Pelita Harapan). Ditambah lagi, mereka juga tidak segitu membutuhkan sinyal telepon, siapa yang mau dihubungi. Jika ada sesuatu yang penting, mereka harus berjalan ke arah pantai atau puncak gunung untuk mendapatkan sinyal dan berkomunikasi dengan orang lain di luar desa tersebut. Jujur...bagiku ini merupakan sebuah berita yang cukup mengagetkan, terlebih lagi ketika aku tahu bahwa kemungkinan aku akan tinggal di tempat itu selama 3 bulan, huhuhu...baru berasa kalau aku manja.

Saranku bagi mereka yang nga bisa lepas dari gadgetnya, ini adalah saatnya bagi kalian buat belajar melepaskan ketergantungan dengan gadget kalian, hahaha...(tersenyum miris). Kalau nga sanggup, bawa lah banyak power bank untuk persediaan selama beberapa hari. Tapi yakin ke NTT isi kopernya cuma powerbank doang?hahahaha....

Keindahan Alam

Asli deh alam di Timor sini masih indah dan asli banget, sangat teramat belum komersil dan terjamah. Setiap melihat pegunungan dan pantai yang indah aku cuma bisa berdecak kagum dan berkata “wow”. Dan kesempatan untuk melihat bintang di malam hari masih besar banget, karena disini belum terlalu banyak lampu jalanan. Langit juga biru bersih sekali, jarang ada awan. Dan malam hari pun langit sangat bersih. Dan ketika disini baru bisa memahami kalau sinar bulan di malam hari saat bulan purnama itu ternyata terang dan cahayanya bisa menyinari orang desa berjalan di malah hari. Beneran indah banget, God is really awesome.

Bahasa dan Kebiasaan

Sedikit bahasa daerah yang perlu teman-teman tahu saat teman-teman berada di daerah Timur adalah...

Kalau kalian ada orang baru dan dianggap sebagai tamu yang diihormati, maka ketika kalian datang mereka akan melakukan upacara penyambutan seperti memberikan kain yang diletakkan di leher kalian. Itu adalah adat dan kebiasaan orang Timur saat menyambut tamu dan orang baru yang mereka hormati.

Jika di Jakarta, cara kita menyapa dengan orang yang sudah kita anggap dekat adalah dengan cipika cipiki (cium pipi kanan, cium pipi kiri, well..cipika cipiki aja masih belum lazim sih, biasanya kita cuma bersalaman aja). Nah kalau disini...jika dengan orang yang sudah mereka anggap dekat sebagai keluarga, cara menyapa adalah dengan menempelkan hidung (tips: saat menempelkan hidung jangan lupa mengatupkan mulut ke dalam, terutama buat orang yang berhidung pesek seperti aku dan tahan saja nafas beberapa detik).

Terus kebiasaan menyapa...sebagai orang yang tinggal di Pulau Jawa atau Jakarta, cara kita menyapa orang yang baru kita kenal adalah dengan sebutan Bapak dan Ibu,  kalau disini cara menyapa agar lebih terasa “Timur” adalah dengan menyebut “Bapak” dan “Mama”. Panggillah Ibu-Ibu tersebut dengan sebutan Mama, mereka akan merasa lebih senang. Sampai sekarang aku masih agak canggung sih, kadang manggil Ibu, kadang manggil Mama, hahaha...oiya...orang-orang di Timur sini juga senang dipanggil dengan diikuti titel yang dijabatnya, jadi kalau dia adalah seorang pendeta panggillah dia dengan sebutan “Bapak Pendeta”, jika dia adalah kepala desa panggilan dia dengan sebutan “Bapak Kepala Desa”. Kurang lebih seperti itu...nanti kalau ada update lebih baru akan aku tulis lagi ya. Pokoknya jangan lupa menyisipkan titel mereka saat memanggil mereka, mereka akan merasa lebih dihormati dengan cara seperti itu.

Kata-kata sehari-hari yang boleh diketahui saat berada disini adalah
Onme: apa kabar
Lekko: baik
Mo’e’sa: apa kau buat?
Ho kana sa’kau: siapa nama kamu?
Au kana...: nama saya....
Kase: panggilan untuk orang “besar” atau orang yang dihormati
Kase anak: anak dari kase
Tub: tidur
Sampai jumpa: heis hai em mam tein
Manikin: dingin
Maputi: panas
Au sesa: saya mengantuk
Au ha tub: saya mau tidur
Hau meni: kayu cendana
Om hit nau: mari kita pergi
Nau me: pergi kemana
Neu au ume: pergi ke rumah saya
Au: saya
Ume: rumah
Ume sekau: rumah siapa
Sekau: siapa
In: dia
In sekau: rumah dia
Kan muif: tidak ada
Paleo: tidah usah

Sedikit penjelasan kenapa kata “Aku” adalah “Au” dan bukan “Beta”? artinya sebenarnya sama, tapi kalau “Au” itu istilahnya adalah bahasa halusnya dan “Beta” itu adalaha bahasa yang lebih informal yang bisa berarti “gw”.

Orang-orang disini juga suka menyingkat kata-kata, baru beberapa yang bisa aku pahami, contohnya:
“Satu saja” menjadi “satu sa”, kata “saja” disingkat menjadi “sa”.
Sonde” adalah bahasa Timur yang memiliki arti “belum”, contohnya kata “belum makan” menjadi “Sonde makan” dan bisa disingkat menjadi “son makan”.
Sudah makan” menjadi “Su makan”, kata “sudah” disingkat menjadi “su”.

Yeap...kurang lebih begitu cerita yang aku dapati selama kurang lebih 10 hari aku berada disini. Semoga nanti aku bisa menuliskan cerita-cerita lain yang menurutku unik untuk diceritakan.
                                                                       
Ketika aku berada di Timor,
T
Soe, 16 September 2015

4 comments:

  1. Replies
    1. Thanks Alim...doakan ya supaya gw betah disini...see u very soon next year alim...:)

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Whoaa mantappp neh tess.. pantes jarang keliatan.. ^_^
    enak gak disana? pemandangan nya bagus2 yaah?
    Semoga sukses pelayanan misinya yaah..
    GBU always tesss... :)

    Hav a nice day.. ^_^

    ReplyDelete