Pernah seorang teman dekat berkata, "Untuk apa kamu selalu berbagi cerita kehidupanmu di blog-mu?"
Aku hanya tersenyum dan berkata kepadanya,"Agar orang-orang yang pernah mengalami kisah yang kualami sadar bahwa mereka tidak sendiri."
Sesederhana itu.
Sebuah tulisan bisa membuat kita merasa telah mengenal lama seseorang yang baru saja kita temui tapi telah kita dalami tulisannya.
I can feel you.
Sudah lebih dari 365 hari sejak aku kembali dari perjalananku ke tempat itu.
Sebuah tempat di mana aku banyak bercengkrama dengan alam, menikmati kesunyian, berkomtemplasi, mempertanyakan tentang Tuhan dan sekaligus mengagumi-Nya.
Dan telah lebih dari 365 hari ini aku kembali ke tempat ini, Jakarta, sang ibukota yang gemerlap dengan segala hiruk pikuk dan kompleksitasnya.
Sudah terasa lama sekali sejak terakhir kali aku menulis.
Sepertinya tangan ini sudah terasa kaku dan pikiran sudah terlanjur membeku untuk merangkai kata.
Apa yang harus ditulis dan harus memulai dari mana?
Sudah banyak cerita yang ingin dituturkan namun terhenti karena diri ini enggan untuk memulai.
Seakan menghilang dari perjalanan dan cerita, apakah diri ini berhenti?
Tidak ada waktu untuk menulis.
Terlalu sibuk dan tenggelam dalam pekerjaan.
Lelah membaca cerita di sosial media yang begitu tumpang tindih dan absurd dan membelah orang-orang di sekitarku masuk ke dalam ribuan kubu.
Jengah.
Itu pembelaanku.
Berbagi membuat kita lebih hidup, jika kamu tidak bisa berbagi dalam bentuk materi, berbagilah dengan cerita-ceritamu.
Agar mereka yang pernah berada dalam posisi sulit yang kamu hadapi sadar bahwa kamu tidak sendiri.
Agar mereka tahu bahwa akan ada selalu cara untuk keluar dari kegilaan hidup yang melelahkan dan membuat muak.
Berjalanlah terus.
Berhenti jika kamu butuh untuk berhenti, tapi jangan menyerah.
Hidup terlalu menarik untuk dijalani tanpa harapan dan tujuan.
Carilah makna terkecil dalam keseharianmu yang membosankan.
Tarik nafas dan berikan senyum termanismu kepada atasanmu yang menjengkelkan dan kadang ingin membuatmu resign, mungkin hanya kantor tempatnya mendapatkan pengakuannya, bersyukurlah karena kamu tidak perlu mendapatkan pengakuan itu dari satu tempat saja karena kamu mengetahui nilai dirimu.
Dengarkanlah cerita temanmu yang selalu ingin bercerita dan bercerita tanpa enti, karena mungkin hanya kamu tempatnya bercerita.
Minumlah kopi hangat bersama dengan orang yang kamu sayangi sambil membaca buku atau menikmati turunnya matahari di pinggir pantai sambil berjembur.
Berlarilah dan lakukan aktivitas yang kamu suka untuk menghilangkan sedikit kepenatan.
Ambil waktu untuk menyendiri dan menikmati kesunyian dalam diam dan sepi.
Nikmati kesepian dan rasa sedih serta kesendirianmu.
Jadilah rapuh jika kamu memerlukannya, tidak perlu berpura-pura kuat namun kamu tetap merasakan kekosongan atas nama gengsi dan harga diri.
Marah dan menangislah jika kamu merasa tidak tahan lagi dengan segala tekanan dan desakan orang dan dirimu terhadap dirimu sendiri, tapi jangan biarkan awan mendung terus menghantui harimu.
Karena hidup terlalu indah untuk selalu diiringi awan mendung.
Bernyanyi dan menarilah di bawah hujan yang deras dan nikmati setiap tetes air hujan yang membasahi tubuhmu.
Dan saat akhirnya pelangi dan matahari muncul, kamu dapat bersyukur atas kehangatan dan kenyamanan yang diberikan yang diberikan oleh matahari dan keindahan yang diberikan oleh pelangi.
Karena hidup tidak selamanya tentang mendung dan hujan.
Hidup juga tidak selamanya tentang pelangi dan mentari.
Jalani semuanya dan kita akan jauh lebih bersyukur dibandingkan sebelumnya.
Live your life to the fullest.
Teruslah menulis dan berbagi wahai gadis kecil yang tidak lagi berusia muda!
Karena hidup terlalu singkat untuk hanya ditangisi,
T
Jakarta, 31 Juli 2017.
Aku hanya tersenyum dan berkata kepadanya,"Agar orang-orang yang pernah mengalami kisah yang kualami sadar bahwa mereka tidak sendiri."
Sesederhana itu.
Sebuah tulisan bisa membuat kita merasa telah mengenal lama seseorang yang baru saja kita temui tapi telah kita dalami tulisannya.
I can feel you.
Sudah lebih dari 365 hari sejak aku kembali dari perjalananku ke tempat itu.
Sebuah tempat di mana aku banyak bercengkrama dengan alam, menikmati kesunyian, berkomtemplasi, mempertanyakan tentang Tuhan dan sekaligus mengagumi-Nya.
Dan telah lebih dari 365 hari ini aku kembali ke tempat ini, Jakarta, sang ibukota yang gemerlap dengan segala hiruk pikuk dan kompleksitasnya.
Sudah terasa lama sekali sejak terakhir kali aku menulis.
Sepertinya tangan ini sudah terasa kaku dan pikiran sudah terlanjur membeku untuk merangkai kata.
Apa yang harus ditulis dan harus memulai dari mana?
Sudah banyak cerita yang ingin dituturkan namun terhenti karena diri ini enggan untuk memulai.
Seakan menghilang dari perjalanan dan cerita, apakah diri ini berhenti?
Tidak ada waktu untuk menulis.
Terlalu sibuk dan tenggelam dalam pekerjaan.
Lelah membaca cerita di sosial media yang begitu tumpang tindih dan absurd dan membelah orang-orang di sekitarku masuk ke dalam ribuan kubu.
Jengah.
Itu pembelaanku.
Berbagi membuat kita lebih hidup, jika kamu tidak bisa berbagi dalam bentuk materi, berbagilah dengan cerita-ceritamu.
Agar mereka yang pernah berada dalam posisi sulit yang kamu hadapi sadar bahwa kamu tidak sendiri.
Agar mereka tahu bahwa akan ada selalu cara untuk keluar dari kegilaan hidup yang melelahkan dan membuat muak.
Berjalanlah terus.
Berhenti jika kamu butuh untuk berhenti, tapi jangan menyerah.
Hidup terlalu menarik untuk dijalani tanpa harapan dan tujuan.
Carilah makna terkecil dalam keseharianmu yang membosankan.
Tarik nafas dan berikan senyum termanismu kepada atasanmu yang menjengkelkan dan kadang ingin membuatmu resign, mungkin hanya kantor tempatnya mendapatkan pengakuannya, bersyukurlah karena kamu tidak perlu mendapatkan pengakuan itu dari satu tempat saja karena kamu mengetahui nilai dirimu.
Dengarkanlah cerita temanmu yang selalu ingin bercerita dan bercerita tanpa enti, karena mungkin hanya kamu tempatnya bercerita.
Minumlah kopi hangat bersama dengan orang yang kamu sayangi sambil membaca buku atau menikmati turunnya matahari di pinggir pantai sambil berjembur.
Berlarilah dan lakukan aktivitas yang kamu suka untuk menghilangkan sedikit kepenatan.
Ambil waktu untuk menyendiri dan menikmati kesunyian dalam diam dan sepi.
Nikmati kesepian dan rasa sedih serta kesendirianmu.
Jadilah rapuh jika kamu memerlukannya, tidak perlu berpura-pura kuat namun kamu tetap merasakan kekosongan atas nama gengsi dan harga diri.
Marah dan menangislah jika kamu merasa tidak tahan lagi dengan segala tekanan dan desakan orang dan dirimu terhadap dirimu sendiri, tapi jangan biarkan awan mendung terus menghantui harimu.
Karena hidup terlalu indah untuk selalu diiringi awan mendung.
Bernyanyi dan menarilah di bawah hujan yang deras dan nikmati setiap tetes air hujan yang membasahi tubuhmu.
Dan saat akhirnya pelangi dan matahari muncul, kamu dapat bersyukur atas kehangatan dan kenyamanan yang diberikan yang diberikan oleh matahari dan keindahan yang diberikan oleh pelangi.
Karena hidup tidak selamanya tentang mendung dan hujan.
Hidup juga tidak selamanya tentang pelangi dan mentari.
Jalani semuanya dan kita akan jauh lebih bersyukur dibandingkan sebelumnya.
Live your life to the fullest.
Teruslah menulis dan berbagi wahai gadis kecil yang tidak lagi berusia muda!
Karena hidup terlalu singkat untuk hanya ditangisi,
T
Jakarta, 31 Juli 2017.
No comments:
Post a Comment