Monday, September 5, 2016

Maukah Kamu Berjalan dalam Sepatuku?

Menghakimi.
Beberapa orang terlalu mudah untuk menghakimi.
Memang itu hal yang paling mudah untuk dilakukan.
Seolah-olah menjalani dan memahami kehidupan orang lain.
Lalu dengan mudahnya berkomentar dan berprasangka.
Mungkin...aku satu di antara mereka.
Memang benar...lidah tak bertulang.
Beberapa orang sangat beruntung.
Keberuntungan yang sederhana.
Mereka memiliki kehidupan yang sederhana.
Mereka memiliki jalan-jalan dan pilihan-pilihan kehidupan yang mudah.
Sejelas hitam dan putih.
Sesederhana benar atau salah.
Mereka memiliki pekarangan yang indah.
Penuh dengan bunga-bunga warna-warni.
Pepohonan yang rindang dan sejuk di sepanjang jalan.
Kehidupan selalu baik untuk mereka.
Seakan keberuntungan selalu berpihak kepada mereka.

Sebagian yang lain terlalu dicintai oleh kehidupan.
Keberuntungan mereka karena kehidupan terlalu mencintai mereka.
Kehidupan suka bermain dan mengajar mereka.
Mereka berjalan dalam jalan yang menarik.
Indahkah? Entahlah.
Yang jelas menarik.
Mereka menghadapi jalan yang berliku.
Tikungan yang tajam.
Naikan dan turunan yang curam.
Berbatu dan terjal.
Tak jarang mereka dihadapkan pada persimpangan yang membingungkan.
Mereka tidak hanya berhadapan dengan hitam dan putih.
Namun juga abu-abu, merah, jingga, biru dan ratusan warna lainnya.

Berbagai pertanyaan muncul dalam pikiran mereka tentang kehidupan.
Mengapa kamu harus terlalu mencintai dan menyukaiku?
Kehidupan hanya tersenyum dan terus berjalan.

Haruskah mereka mengaku kalah dan menyerah kepada kehidupan?
Itu adalah pilihan.
Mereka yang saat ini terasa pahit pernah percaya kepada manisnya kehidupan.
Mereka yang tidak berhati pernah mempertaruhkan seluruh hati mereka.
Mereka yang rumit pernah menjadi naif dan mengharapkan sederhananya kehidupan.
Mereka yang skeptis pernah menjadi terlalu percaya.
Mereka yang tidak lagi mencintai pernah terlalu mencintai.

Hanya saja kehidupan terlalu percaya bahwa mereka kuat.
Mereka tangguh dan tegar.
Kehidupan mengubah mereka.
Mendewasakan mereka.
Mengajar mereka.
Menjadi lebih bijaksana, mungkin.
Mereka belajar melihat kehidupan secara lebih nyata.
Bangun dari mimpi dan khayalan mereka.

Mereka rapuh dan hancur.
Terluka.
Tersakiti.
Namun kalah dan menyerah bukanlah pilihan.
Menjadi lebih tangguh adalah satu-satunya pilihan.

Sebagian dari mereka belajar.
Kemudian mereka semakin mencintai dan memaknai kehidupan yang mereka jalani.
Sebagian dari mereka belajar.
Kemudian mereka semakin pahit dan membenci kehidupan.
Bukankah hanya ada garis tipis antara benci dan cinta?

Dan kemudian orang-orang itu akan datang.
Mereka yang tidak memahami dan menjalani apa yang pernah dijalani.
Orang-orang itu akan datang untuk berkunjung dan menghakimi.
Sebagian datang dengan tawaan dan hinaan.
Sebagian datang dengan muka sedih dan mengasihani.
Seakan mereka bersyukur karena jauh lebih beruntung.
Sebagian dari mereka sungguh peduli dan belajar memahami, tapi hanya sedikit, terlalu sedikit mereka yang sebijaksana dan setulus itu.

Orang-orang itu dengan mudahnya menghakimi mereka yang bermain dengan kehidupan.
Berbagai nasihat diberikan.
Terasa bijaksana namun dingin.
Tanpa menggunakan hati dan empati mungkin.

Maukah orang-orang itu...
Mencoba sepatu yang mereka kenakan
Menjalani kehidupan yang mereka jalani
Menggunakan mata mereka untuk bukan hanya sekedar melihat namun juga merasakan dengan hati.
Bukan untuk memahami dan mengerti.
Namun untuk mengetahui bahwa ada warna kehidupan yang berbeda dari yang mereka jalani.
Ada jalan dan cerita yang berbeda.

Ada arti kehidupan yang berbeda.
Arti kebahagiaan yang berbeda.
Ada perjalanan dan perjuangan yang berbeda.

Maukah kalian mengenakan sepatu orang lain?
Dan menjalani kehidupan yang mereka jalani.
Akankah kalian sekuat mereka?
Akankah kalian setangguh dan setegar mereka?

Karena kepedulian bukan hanya tentang berbicara dan memberikan saran.
Karena kepedulian bukan hanya tentang kata-kata penghiburan manis yang terasa kosong dan dingin.
Karena kepedulian tidak selalu tentang mencampuri kehidupan.
Kepedulian juga adalah tentang hadir dalam diam.
Tanpa mencampuri.
Tanpa intervensi.
Hanya hadir.
Memberikan dukungan.
Dan memberi kepercayaan bahwa mereka mampu.
Bahwa mereka kuat dan akan bertahan.
Bermain dengan kehidupan yang selalu menggoda.

Namun kehidupan tidak sesederhana itu.
Akan selalu ada yang menghakimi dan berprasangka.
Kemudian kehidupan akan menyingkapkan siapa sahabat dan teman yang sesungguhnya.

Aku yang terlalu mudah menghakimi,
T
Jakarta, 6 Agustus 2016

No comments:

Post a Comment