Thursday, June 30, 2016

378 Days of My Abnormal Comfort Zone

Juni 2015.

Aku akan pergi.
Ke mana?
Entahlah.
Aku tidak tahu.

Kamu meninggalkan pekerjaan kamu?
Iya.
Yakin?
Kamu sudah memiliki pekerjaan yang baik.
Kamu akan tinggalkan?
Untuk apa?
Untuk sesuatu yang tidak pasti.
Aku sudah membuat keputusan dan aku akan pergi.
Terkejut.
Kaget.
Sudah pasti.
Tekad ini sudah bulat.
Mereka mengizinkan aku pergi.

Surat permohonan keluar kerja diajukan.
Meninggalkan Jakarta.
Segala kenyamanan dan kepastian.
Untuk apa?
Tidak ada jaminan.
Untuk sebuah ketidakpastian.

Tidak bisakah kamu menjalankan kehidupan normal?Tidak bisakah aku hidup normal?
Seperti yang mereka inginkan.
Seperti yang orang-orang normal lakukan pada umumnya.

378 hari telah berlalu sejak hari itu.

7 September 2015.

Aku menjejakkan kaki di pulau itu.
Pulau Timor.
Nusa Tenggara Timur.

Sebuah tempat yang terasa begitu asing bagiku.

Jauh.
Jauh dari mana?
Terpencil.
Terpencil menurut siapa?

Mengapa kamu menjadikan Jakarta sebagai tolok ukurmu.

Perbedaan bahasa.
Perbedaan budaya.

Apakah lebih buruk?
Jika dibanding siapa?

Mengapa mereka begini?
Mengapa mereka begitu?

Tidakkah pernah pikiran ini dibalik.
Bukankah bagi mereka, aku juga adalah orang asing.
Mengapa dia begini?
Mengapa dia begitu?

Dan aku adalah pendatang.
Aku harus belajar untuk mengerti dan memahami.

Mengubah mereka?
Mengapa mereka harus diubah?
Apakah mereka lebih buruk dari aku?
Bukankah mereka dapat berpikir aku lebih buruk dibandingkan mereka?

Kehidupan mereka sangat menyedihkan.
Menurut siapa?
Menurut tolok ukur dari mana?

Apakah aku yakin tempat asalku lebih baik dibandingkan mereka?
Apakah budayaku lebih baik dibandingkan mereka?
Apakah aku lebih beradab dibanding mereka?
Dalam kesederhanaan mereka, mereka hidup dengan bahagia.
Mereka memiliki senyum tertulus yang pernah aku  rasakan.
Sapaan dan sambutan yang ramah.
Mereka hidup berkecukupan.
Walau tidak berlebihan.
Mereka adalah orang-orang yang memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Dan menjadikan alam sebagai hidup mereka.
Mereka memiliki bintang dan bulan sebagai pengganti gemerlap lampu kota.
Mereka memiliki pepohonan dan pegunungan sebagai ganti gedung-gedung pencakar langit.
Mereka menggunakan sepasang kaki mereka sebagai pengganti kendaraan.
Mereka bisa menikmati semua itu tanpa harus membayar listrik
Mereka dapat menikmati semua itu tanpa harus membayar biaya bangunan-bangunan.
Anak-anak dapat bermain bola tanpa harus membayar biaya sewa lapangan futsal.
Mereka menginjak rumput sungguhan, bukan rumput sintetis.
Mereka dapat melakukan olahraga gimnastik tampa harus ke gym.
Pepohonan yang kekar dan tinggi mereka gunakan untuk melatih keterampilan dan kelenturan serta kekuatan fisik mereka.
Melompat dari ranting ke ranting.
Memanjat pohon kelapa.
Mereka bisa berlarian tanpa takut ditabrak mobil.
Mereka bisa berjalan ke mana saja mereka suka tanpa takut diculik.

Mereka memang hidup dalam keterbatasan menurut mata kota metropolitan.
Kurangnya lampu.
Air bersih.
Akses untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Namun dalam keterbatasan mereka, mereka memiliki kekayaan yang tidak dimiliki sang metropolitan.

Tidak ada yang lebih baik.

28 Juni 2016.

Aku pergi meninggalkan tempat itu.
Melanjutka perjalananku.

Apa yang aku lakukan dalam 378 hari itu?

Sebagian orang mungkin berpikir aku bodoh.Tidak berpikir panjang.
Kekanak-kanakan.
Tidak dewasa.
Tidak masuk akal.
Menjalani sesuatu yang sia-sia.

Benarkah?
Mungkin mereka benar.
Dan kalau pun mereka benar, lalu apa?
Ini adalah kehidupanku.
Biarkan aku yang memberikan makna dan arti kepadanya.
Bukankah aku adalah pemeran utama dalam cerita kehidupanku?
Dan Dia adalah sutradaranya.
Lalu sesama manusia.
Jalanilah kehidupanmu.
Berilah arti dalam kehidupanmu sendiri.
Berhenti mengurusi kehidupan orang lain.
Dengan atau tanpa kalian, ini adalah jalan yang telah aku pilih.

Lalu...apa arti 378 hari ini untukku?
Perjalanan ini memberiku banyak arti tentang kehidupan.
Tentang arti.
Tentang makna dari kehidupan.
Kesederhanaan.
Ketulusan.

Dalam 378 hari  ini, aku bertemu dengan orang-orang yang memiliki kegilaan yang hampir sama denganku.
Kegilaan dengan versi yang berbeda.
Namun tetap tidak normal.
Abnormal.
Ternyata orang-orang seperti mereka ada.
Hanya aku saja yang belum mengetahuinya.
Dan bagi mereka, itu adalah kehidupan normal yang mereka jalani.

Berbagi mimpi.
Berbagi cerita.
Tentang perjalanan.
Menceritakan kegilaan yang terasa begitu normal.

Dan semakin aku melangkah keluar dari jalur nyaman.
Semakin aku tahu.
Bahwa aku bisa menemukan orang-orang yang sama gilanya.
Jika aku berani melangkah keluar.
Jika aku berani mengambil keputusan.
Jika aku berani dan memiliki tekad.

30 Juni 2016.
 
Dan di sinilah aku sekarang.

Di akhir perjalanan pertamaku.

Ke mana lagi aku akan melangkah?

Itu adalah kejutan selanjutnya.

And I will let life suprise me again.

So life, what do you have for me?

And I wait for another surprise.

I am not getting out from my comfort zone, I widening it.

378 hari sejak hari itu,
T
30 Juni 2016

No comments:

Post a Comment